JAKARTA, TEROPONGMEDIA.ID — Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf), Teuku Riefky Harsya, menyoroti pentingnya pembenahan dalam sistem pengelolaan royalti lagu di Indonesia.
Menurutnya, Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) dan Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) perlu ditata ulang terkait prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam pemungutan serta distribusi royalti.
“Ada beberapa hal yang kita mesti lihat. Pertama, tentu pencipta dan pengarang lagu harus menerima royaltinya. Tetapi di sisi lain, yang menggunakan juga harus mendapatkan kebijakan yang fair. Namun, yang banyak harus ditata ulang adalah tentang kolektifnya, LMK dan LMKN-nya,” ujar Teuku Riefky seperti dikutip dari Antara, Kamis (7/8/2025).
Pernyataan ini muncul di tengah memanasnya polemik soal kewajiban pembayaran royalti lagu oleh pelaku usaha seperti restoran, kafe, hingga kedai kopi yang memutar musik di tempat usahanya.
Banyak pelaku usaha mengaku keberatan dengan kebijakan tersebut karena sistem penagihan dan distribusinya dianggap belum transparan.
Teuku Riefky juga menyatakan dukungannya terhadap inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk merevisi Undang-Undang Hak Cipta.
Ia menilai revisi tersebut perlu dilakukan agar mekanisme perlindungan hak ekonomi para musisi bisa berjalan lebih adil dan berkelanjutan.
“Saat ini ada inisiatif DPR yang rencananya akan juga merevisi Undang-Undang Hak Cipta,” katanya di Istana Kepresidenan RI, Jakarta, Rabu (6/8/2025).
Menurutnya, jika mekanisme distribusi royalti tidak akuntabel, maka kewajiban pembayaran pun menjadi tidak tepat sasaran.
Ia menegaskan bahwa penggunaan lagu secara komersial sebaiknya tetap dikenakan royalti, namun pengelolaannya harus bisa dipertanggungjawabkan.
“Kalau kita memang menggunakan, sebaiknya kita bayarkan. Tetapi yang harus dipastikan adalah akuntabilitas dari kolektifnya, sehingga royalti yang dibayarkan benar-benar sampai kepada yang berhak,” jelas Riefky.
Baca Juga:
Pimpin LMKN, Siapa Dharma Oratmangun? Ramai Isu Royalti Musik
Profil Ikke Nurjanah, Komisioner LMKN yang “Gacor”Suarakan Royalti Lagu
DJKI: Semua Pemutaran Lagu di Ruang Publik Wajib Bayar Royalti
Sebelumnya, Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan HAM mengingatkan bahwa setiap pemutaran musik di ruang publik wajib disertai dengan pembayaran royalti. Hal ini berlaku untuk pemutaran melalui speaker, televisi, atau layanan digital seperti Spotify, Apple Music, dan YouTube.
Namun, kebijakan ini memicu reaksi dari banyak pelaku usaha yang merasa terbebani. Beberapa bahkan memilih untuk tidak memutar lagu sama sekali di tempat usahanya guna menghindari tagihan royalti.
Di sisi lain, sejumlah musisi papan atas Indonesia mengambil langkah berbeda. Ahmad Dhani, Charly van Houten (eks ST12), band Juicy Luicy, hingga legenda musik dangdut Rhoma Irama secara terbuka menyatakan membebaskan penggunaan lagu mereka di kafe-kafe dan ruang publik tanpa harus membayar royalti.
“Saya merasa lebih bermanfaat jika lagu-lagu saya dinyanyikan oleh orang lain. Saya anggap itu sebagai bentuk sedekah,” ujar Rhoma Irama dalam pernyataannya beberapa waktu lalu.
Langkah ini mendapat apresiasi dari publik, namun juga menimbulkan pertanyaan soal kejelasan sistem kolektif pengelolaan royalti yang masih dinilai belum merata dan adil.