JAKARTA, TEROPONGMEDIA.ID — Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan uji materi yang mengusulkan penghapusan kolom agama dari Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga (KK).
Dalam sidang putusan perkara Nomor 155/PUU-XXIII/2025 di Jakarta, Senin (29/9/2025), MK menyatakan permohonan tersebut tidak dapat diterima karena dinilai kabur dan tidak jelas.
“Menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima,” ujar Ketua MK Suhartoyo saat membacakan amar putusan.
Permohonan diajukan oleh Taufik Umar, seorang wiraswasta, yang berargumen bahwa pencantuman agama dalam dokumen kependudukan berpotensi memicu diskriminasi dan mengancam keselamatan warga. Ia mengusulkan agar informasi agama dirahasiakan dan hanya disimpan dalam chip KTP elektronik, serupa dengan data biometrik lainnya.
Namun, menurut Suhartoyo, petitum yang diajukan pemohon tidak lazim dan tidak didukung oleh dasar hukum yang kuat. “Pemohon pada petitum angka 4 dan 5 membuat rumusan yang tidak lazim, tidak konsisten, dan tidak memiliki dasar hukum yang jelas,” tegasnya.
MK juga menilai permohonan tersebut tidak jelas karena pemohon tidak merinci peraturan perundang-undangan mana yang harus diubah, serta tidak menjelaskan kewenangan lembaga mana yang berkaitan dengan permintaannya.
Akibatnya, meski berwenang mengadili, MK memutuskan untuk tidak mempertimbangkan lebih lanjut pokok permohonan.
BACA JUGA
Gunakan KTP Palsu, Sindikat Pembobol Rekening Lintas Provinsi Gondol Uang Nasabah Rp750 Juta
Dampak Penghapusan Presidential Threshold oleh Mahkamah Konstitusi
Teguh Sugiharto, kuasa hukum pemohon, dalam persidangan sebelumnya (3/9) mengungkapkan bahwa Taufik Umar pernah nyaris menjadi korban kekerasan dalam konflik antarkelompok agama di Poso, Sulawesi Tengah.
Menurutnya, sweeping KTP berdasarkan agama pada masa konflik telah menimbulkan kekerasan bahkan pembunuhan.
MK berpendapat bahwa permohonan haspus kolom agama pada KTP yang diajukan tidak memenuhi syarat formal untuk dilanjutkan ke tahap substantif.
(Aak)