Kontroversi Fatwa MUI Larangan Salam Lintas Agama

Larangan Salam lintas agama
Larangan Salam lintas agama. ilustrasi (istockphoto)

Bagikan

BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID — Beberapa hari kebelakang, larangan salam lintas agama, menyita perhatian publik, serta mengundang beragam kontroversi.

Komisi fatwa MUI yang menyatakan bahwa ucapan salam ialah bagian dari doa yang mengandung unsur ibadah. Hal tersebut, yang menjadikannya tidak boleh dicampur adukan dengan agama lain

Masyarakat Indonesia, termasuk acara resmi kenegaraan, salam lintas agama ini sudah umum di praktekan.

Keberagaman Pemikiran Muslim

Fatwa MUI ini adalah bagian dari keragaman pemikiran dalam komunitas muslim. Keberagaman ini tidak dapat dihindari dan telah diklasifikasikan oleh beberapa sarjana muslim.

Misalnya, Abdullah Saeed membagi pemikiran Islam menjadi enam klasifikasi: tradisional, puritan, politik, keras, sekuler, dan progresif.

Sementara itu, Ayubi membagi tipologi muslim menjadi lima: Simplistic Muslim (muslim KTP), Mutadayyin Muslim (muslim yang taat), Islamic Modernist (muslim yang mendukung pembaharuan Islam), Salafisme (muslim yang selalu merujuk pada Al-Qur’an dan kehidupan awal muslim), dan Fundamentalisme (serupa dengan Salafisme tetapi cenderung radikal).

Perbedaan Pendapat Mengenai Salam Lintas Agama

Melansir kemenag, dalam konteks fatwa terkait larangan salam lintas agama, perbedaan pendapat juga terjadi.

Kementerian Agama, melalui Dirjen Bimas Islam Kamarudin Amin, berpendapat bahwa salam lintas agama adalah praktik yang dapat mendorong kerukunan umat.

Menurutnya, menebar damai sebagai ajaran substantif semua agama dapat dilakukan melalui salam lintas agama.
Salam dan ucapan hari raya, menurut Amin, tidak berpengaruh terhadap akidah, melainkan merupakan bentuk penerimaan dan penghormatan terhadap keberagaman.

Kelompok Legal Eksklusif dan Substantif Inklusif

Perbedaan pendapat di kalangan muslim adalah hal yang biasa. Meskipun Saeed dan Ayubi merinci beragam pemikiran muslim, secara garis besar, dapat dikelompokkan ke dalam dua kelompok besar, yaitu kelompok legal eksklusif (cenderung tekstual) dan substantif inklusif (cenderung kontekstual).

Terkait salam lintas agama, kalangan yang melarang bisa jadi masuk dalam kelompok legal eksklusif, menafsirkan pesan agama hanya dari teks.

Bagi mereka, salam adalah bagian dari ibadah yang hanya boleh dilakukan dengan bahasa tertentu dan kepada kelompok tertentu.

Sebaliknya, kalangan substantif inklusif membolehkan bahkan menganjurkan pengucapan salam berbagai agama.

Mereka percaya bahwa secara substantif, salam berbagai agama memiliki kesamaan, yakni mendoakan kebaikan bagi semua orang. Bahasa dan cara pengucapannya saja yang berbeda antara satu dan lainnya.

Pertentangan Agama dan Harmoni

Pendekatan pertama menunjukkan adanya pertentangan antara agama dan harmoni, di mana menjaga sakralitas agama harus dilakukan dengan mengesampingkan aspek harmoni.

Larangan salam lintas agama dapat dilihat sebagai hambatan dalam mewujudkan harmoni, karena memperkuat identitas agama sendiri dapat mengarah pada sikap eksklusif.

Sebaliknya, pendekatan kedua menunjukkan bahwa tidak ada pertentangan antara agama dan harmoni. Mewujudkan harmoni antar agama yang berbeda justru menjadi bagian dari ekspresi keagamaan itu sendiri.

Menjaga Harmoni dan Kemanusiaan

Banyak sarjana muslim seperti Abdurrahman Wahid, Nurcholish Madjid, dan Azyumardi Azra, menyerukan keberislaman yang mengedepankan aspek kemanusiaan.

Mereka percaya bahwa tujuan utama agama adalah mewujudkan kemanusiaan, dan salah satu cara mewujudkan harmoni adalah dengan mengucapkan salam berbagai agama.

Ini menunjukkan bahwa Islam, sebagai agama mayoritas di Indonesia, mengakui keberadaan agama lain.

Upaya berlebihan untuk menjaga sakralitas agama bisa mengesampingkan tujuan utama agama itu sendiri.

BACA JUGA: Soal Syuara Diartikan Pemusik, Ketua MUI Tegaskan Perlu Adanya Kajian Lebih Cermat

MUI sudah mengeluarkan fatwa larangan salam lintas agama. Namun, MUI bukanlah satu-satunya lembaga yang merepresentasikan otoritas keberagamaan umat Islam di Indonesia.

Mengenai hal ini, pengkajian yang tidak mengesampingkan tujuan utama agama yaitu keselamatan, kedamaian, dan keadilan.

 

(Virdiya/Aak)

Baca berita lainnya di Google News dan Whatsapp Channel
Berita Terkait
Berita Terkini
Barbie Kumalasari Alami Musibah
Barbie Kumalasari Alami Musibah, Berlian Raib Suami Ikut Hilang
Penggunaan Kosmetik beretiket biru
Hati-hati, Ini Bahaya Penggunaan Kosmetik Beretiket Biru!
Masa Tugas Satgas BLBI
Tugas Belum Selesai, Masa Tugas Satgas BLBI Diperpanjang
Gala Bunga Matahari-1
Makna Lagu Gala Bunga Matahari - Sal Priadi
pembatasan kendaraan jakarta
Perda Pembatasan Kendaraan di Jakarta Rampung 2024, Ini Teknisnya
Berita Lainnya

1

Tyronne del Pino, Pemain Asing Persib Yang Terbuang Kini Mulai Dilirik Bojan Hodak

2

Penuh Drama, Jeman Vs Denmark Berakhir 2-0 di Euro 2024

3

Segini Anggaran Belanja Persib Bandung Jelang Liga 1 2024/2025

4

Swiss Melaju ke Perempat Final Euro 2024 Setelah Singkirkan Italia 2-0

5

Gelombang Protes di Kenya: Tolak Kenaikan Pajak Demi Lunasi Utang IMF
Headline
Hasil Akhir Spanyol vs Jerman
Hasil Akhir Spanyol vs Jerman: Laga Panas Berakhir 2-1, La Furia Roja ke Semi Final Euro 2024
Kiper Argentina Emiliano Martinez
Emiliano Martinez Tampil Luar Biasa, Argentina Tembus Semifinal Copa America 2024
Kenaikan UKT
Megawati Sorot UKT Mahal, Kurangi Bansos!
FP1 MotoGP Jerman Bagnaia
Bagnaia Finish di Posisi 9 FP1 MotoGP Jerman 2024