BOGOR, TEROPONGMEDIA.ID — Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) mengungkapkan bahwa banjir dan longsor di kawasan Puncak, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, disebabkan oleh kerusakan ekosistem hulu akibat alih fungsi lahan yang tidak terkendali.
Hal ini disampaikan Menteri Lingkungan Hidup/Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH), Hanif Faisol Nurofiq di Jakarta, Kamis (17/7/20025).
“Hasil pengawasan lapangan menunjukkan penyebab utama bencana adalah kerusakan ekosistem hulu secara masif akibat alih fungsi lahan, lemahnya pengendalian tata ruang, serta maraknya bangunan tanpa izin lingkungan yang sah,” tegas Hanif.
Bencana yang terjadi pada 2 Maret dan 5-9 Juli 2025 tersebut menewaskan tiga orang, mengakibatkan satu orang hilang, serta merusak tujuh desa di Kecamatan Cisarua dan Megamendung. Dampaknya juga dirasakan hingga wilayah hilir seperti Jakarta dan Bekasi.
KLH/BPLH menemukan sejumlah bangunan ilegal berdiri di atas lahan Hak Guna Usaha (HGU) milik PT Perkebunan Nusantara I Regional 2, meski kawasan itu telah memiliki Dokumen Evaluasi Lingkungan Hidup (DELH) sejak 2011.
Pencabutan Izin 8 Perusahaan
Menindaklanjuti temuan ini, KLH/BPLH mengambil sejumlah langkah tegas, termasuk pencabutan delapan persetujuan lingkungan dan pengiriman surat ultimatum kepada Bupati Bogor untuk mencabut izin dalam 30 hari kerja.
Delapan perusahaan yang terlibat adalah:
- PT Pinus Foresta Indonesia
- PT Jelajah Handal Lintasan (JSI Resort)
- PT Jaswita Lestari Jaya
- PT Eigerindo Multi Produk Industri
- PT Karunia Puncak Wisata
- CV Pesona Indah Nusantara
- PT Bumi Nini Pangan Indonesia
- PT Pancawati Agro
Tiga perusahaan di antaranya, yakni PT Bumi Nini Pangan Indonesia, PT Jaswita Lestari Jaya, dan PT Pancawati Agro, telah dipastikan akan dicabut izinnya oleh Pemkab Bogor.
Menteri Hanif memberi tenggat 30 hari kerja kepada Bupati Bogor untuk menyelesaikan pencabutan izin. Jika tidak dipenuhi, KLH/BPLH akan mengambil alih proses tersebut.
Evaluasi teknis juga menemukan pelanggaran berat, seperti pembukaan lahan di kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango oleh PT Pinus Foresta Indonesia, serta tidak adanya pengelolaan air limbah dan limbah B3.
Selain pencabutan izin, KLH/BPLH menjatuhkan sanksi administratif kepada 13 pelaku usaha, termasuk PT Taman Safari Indonesia dan PT Bobobox Aset Manajemen.
BACA JUGA
Dedi Mulyadi Singgung Kawasan Beton Puncak Bogor Pemicu Banjir: Evaluasi Tataruang!
Mereka diperintahkan menghentikan operasi dalam tiga hari, membongkar bangunan dalam 30 hari, dan memulihkan lingkungan maksimal 180 hari.
Untuk mencegah terulangnya bencana, KLH/BPLH mendorong reformasi tata ruang berbasis Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) serta penguatan peran masyarakat dalam pengawasan pembangunan.
“KLHS harus menjadi acuan agar tata ruang tidak melampaui daya dukung lingkungan,” pungkas Hanif.
(Aak)