JAKARTA, TEROPONGMEDIA.ID — Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI saat ini sedang bekerja sama dengan otoritas Myanmar untuk menangani kasus warga Jakarta Selatan (Jaksel) berinisial SA (27) yang disekap di Myanmar.
SA awalnya diduga dijanjikan pekerjaan dengan gaji sebesar Rp150 juta, tetapi malah menjadi korban penyekapan di negara tersebut.
Menurut pernyataan Diplomat Muda Direktorat Pelindungan Warga Negara Indonesia Kementerian Luar Negeri, Rina Komaria, koordinasi dengan otoritas Myanmar sangatlah rumit.
Hal itu dikarenakan wilayah tempat SA disekap, yaitu Myawaddy, merupakan daerah konflik yang dikuasai oleh kelompok bersenjata.
BACA JUGA: TPPO Berkedok Magang Mahasiswa ke Jerman, DPR Desak Kemendikbudristek Jangan Diam!
“Masih koordinasi dengan otoritas Myanmar, wilayahnya daerah konflik sehingga prosesnya kompleks,” ungkap Rina melansir Antara, Senin (12/08/2024)
KBRI Yangon, Myanmar, sudah menerima dan menangani laporan itu, kemudian berupaya untuk membebaskan SA dari penyekapan tersebut.
Pihak keluarga korban, yang diwakili oleh Daniel, menyatakan bahwa SA tidak hanya disiksa dan disekap, tetapi juga dimintai uang tebusan sebesar Rp478 juta untuk bisa pulang dengan selamat.
“Minta duit sekitar Rp18 jutaan dulu, itu buat meringankan beban dia biar tak disiksa,” tambah Daniel, sepupu korban.
Daniel menjelaskan warga Jaksel itu awalnya diajak oleh temannya, Risky untuk bekerja di Thailand dengan iming-iming gaji sebesar 10.000 dolar AS atau sekitar Rp150 juta.
Tidak pikir panjang, SA bersama Risky terbang ke Thailand pada 11 Juli 2024. Namun, sesampainya di Bangkok, Thailand, SA dan Risky berpisah dan SA kemudian berangkat ke Myanmar.
Dalam perjalanan menuju Thailand, SA bersama empat orang keturunan India lainnya menaiki satu mobil.
Namun di tengah perjalanan, SA dan Risky berpisah karena SA akan diberangkatkan ke Myanmar. SA sempat mengira bahwa ia akan dibawa ke Mae Sot, Thailand.
Namun, setelah delapan jam perjalanan, SA tiba di sebuah rumah berbentuk rumah susun di Myanmar.
“Dia berpikir mau dibawa ke Mae Sot, Thailand ternyata delapan jam perjalanan tak sampai juga, ternyata malah sudah tiba pada sebuah rumah berbentuk rumah susun di Myanmar,” jelas Daniel.
Keluarga SA pertama kali dihubungi oleh para penipu yang meminta tebusan sebesar 30.000 dolar AS atau sekitar Rp478 juta.
Dalam kesempatan tersebut, warga Jaksel itu mengaku bahwa ia tidak dapat berbicara leluasa dengan keluarganya saat terhubung melalui telepon karena pengawasan ketat dari para pelaku.
Menurut pengakuan SA, ia mengalami penyiksaan secara fisik maupun mental. Kejamnya para pelaku, bukan hanya sekedar tidak memberikan makanan dan minuman, tetapi juga memukulnya dengan menggunakan tongkat baseball.
Kondisi ekonomi keluarga yang terbatas membuat mereka belum mampu memberikan dana sebesar permintaan para pelaku.
Hingga saat ini, keluarga SA masih terus dihubungi oleh para pelaku yang menuntut tebusan.
Keluarga SA sudah melaporkan kejadian itu kepada Kemlu, Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), serta Polda Metro Jaya.
Semua pihak berwenang itu sedang berupaya mencari titik terang untuk membebaskan SA dari penyekapan di Myanmar.
(Saepul/Budis)