BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID — Sidang kasus dugaan penyalahgunaan narkotika dengan terdakwa musisi Fariz RM kembali mengalami penundaan. Dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (28/7/2025), Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyatakan belum siap membacakan tuntutan.
Penundaan ini menjadi kali kedua dalam proses hukum yang sedang dijalani oleh musisi senior tersebut. Hakim Lusiana Amping menyoroti alasan penundaan dan mengingatkan agar jadwal tidak terus bergeser.
“Ini tuntutan dari Penuntut Umum belum siap. Penyusunan tuntutan satu minggu cukup? Seharusnya jangan diundur lagi, ini sudah sesuai SOP Kejaksaan Agung,” tegasnya di ruang sidang.
Sidang akhirnya ditunda hingga Senin, 4 Agustus 2025, dengan agenda utama pembacaan tuntutan oleh jaksa.
“Tapi kita kasih kesempatan satu minggu lagi ya. Jadi untuk tuntutan minggu depan, 4 Agustus 2025,” lanjut hakim Lusiana.
Jaksa Indah Puspitarani yang menangani perkara ini memilih irit bicara usai sidang. Ia hanya menyampaikan bahwa pihaknya belum siap menyampaikan tuntutan tanpa memberikan penjelasan lebih lanjut.
Baca Juga:
Terancam Penjara Seumur Hidup, Fariz RM Harap Dapat Rehabilitasi!
Usia 66 Tahun Masih Pakai Narkoba, Fariz RM Mengaku Kalah dari Tekanan Hidup
Respon Fariz RM
Meski sidang kembali tertunda, Fariz RM menunjukkan sikap tenang dan menyerahkan seluruh proses kepada jalur hukum yang berlaku.
“Saya ikutin aja prosedur. Ya, mungkin (kecewa), tapi mau diapain lagi, asal semuanya untuk hasil yang baik, kenapa enggak? Enggak apa-apa,” ujar Fariz.
“Saya percaya pada hukum di negeri ini berlaku, dan saya sebagai warga negara yang baik, ya saya akan ikuti aja,” tambahnya.
Kuasa hukum Fariz, Deolipa Yumara, berharap penundaan ini bukan tanpa alasan. Ia menilai langkah tersebut sebagai bentuk iktikad baik dari kejaksaan untuk menyusun tuntutan yang lebih berimbang.
“Harapannya memang penundaan ini karena adanya iktikad baik dari pihak jaksa dan Kejaksaan Agung, yang mengolah tuntutan menjadi tuntutan yang proporsional, mengena pada kebijakan negara, dalam arti mengubah posisi pengguna dari pidana menjadi rehabilitasi,” kata Deolipa.
Ia juga menegaskan bahwa meskipun kliennya sudah menjalani rehabilitasi, status sebagai pengguna narkotika tetap seharusnya diperlakukan secara manusiawi.
“Karena dia dipastikan pengguna, dilepas begitu saja juga tidak. Dia tetap harus direhabilitasi. Tuntutan yang paling bijak adalah rehabilitasi, bukan tuntut lepas,” tutupnya.
Perjalanan hukum Fariz RM kini menjadi sorotan publik. Banyak yang menanti bagaimana sistem peradilan menangani kasus narkotika dengan pendekatan yang lebih bijak dan penuh empati—bukan sekadar vonis, tapi solusi.
(Hafidah Rismayanti/Aak)