JAKARTA,TEROPONGMEDIA.ID — Ikatan Wartawan Hukum (Iwakum) mengingatkan insan pers atau wartawan untuk mematuhi kode etik jurnalistik dalam memberitakan kasus kekerasan seksual eks Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Hasyim Asy’ari. Kepentingan korban termasuk hak atas privasi harus diperhatikan.
Kepala Departemen Sumber Daya Manusia (SDM) Iwakum Ryan H. Suhendra mengatakan, masih banyak media yang mengungkapkan identitas korban dalam pemberitaannya.
Ryan menilai, informasi tersebut tidak patut diberitakan lantaran berpotensi besar menambah kekerasan berbasis gender pada korban.
“Media seharusnya menghindari pemberitaan yang menjadikan korban tersudut. Pemberitaan kasus kekerasan seksual harus berpihak pada korban,” kata Ryan dalam siaran pers, Sabtu (6/7/2024).
Ryan mengatakan, masih terdapat pemberitaan yang mengupas latar belakang keluarga korban. Tak hanya itu, keluarga dari pelaku seperti istri dan anaknya pun turut diekspose ke publik.
Ryan pun mengingatkan wartawan untuk berhati-hati dalam menuliskan pemberitaan kasus kekerasan seksual.
“Korban dan keluarga pelaku juga terdampak akibat kasus ini,” kata dia.
Ryan menekankan, pemberitaan atas kasus kekerasan seksual seharusnya dapat membangun kesadaran publik untuk melawan kekerasan seksual.
Menurut dia, penulisan identitas korban dan menggambarkan peristiwa kekerasan seksual secara gambkang mengandung kerentanan dan risiko bagi korban.
Terdapat sejumlah aturan yang mengikat wartawan untuk senantiasa mematuhi kode etik dalam menulis kasus kekerasan seksual.
Misalnya, Pasal 5 Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers mengatur pers nasional berkewajiban memberitakan peristiwa dan opini dengan menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah.
Sementara itu, Pasal 5 Kode Etik Jurnalistik (KEJ) mengatur: “Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila”. Di dalam penafsiran itu ditegaskan bahwa identitas adalah semua data dan informasi yang menyangkut diri seseorang yang memudahkan orang lain untuk melacak.
Kemudian, Pasal 8 KEJ menyebutkan “Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa, serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani.
Selanjutnya, pada Pasal 2 menjelaskan wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik yaitu menghormati hak privasi dan pengalaman traumatik narasumber dalam penyajian berita.
Lalu, Pasal 3 menyebutkan “Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah”.
“Setiap pemberitaan seharusnya senantiasa berpedoman pada kode etik dan aturan-aturan jurnalistik yang ada,” kata Ryan.
BACA JUGA: Hasyim Asyiari Ternoda Kasus Asusila, Afifuddin Ditunjuk Jadi Plt Ketua KPU
Sebelumnya, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menjatuhkan sanksi pemecatan kepada Ketu KPU RI Hasyim Asy’ari terkait dengan aduan dari perempuan berinisial CAT yang merupakan Anggota Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Den Haag, Belanda.
Hasyim dinilai terbukti secara sah dan menurut hukum telah melanggar kode etik dan pedoman perilaku penyelenggara pemilu. Hasyim dinilai terbukti melakukan pemaksaan hubungan badan dengan korban CAT pada 3 Oktober 2023 di sela-sela rangkaian acara bimbingan teknis KPU kepada PPLN di Den Haag, Belanda. Putusan DKPP tersebut dibacakan dalam persidangan yang terbuka untuk umum, Rabu 3 Juli 2024.
(Agus Irawan/Usk)