BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID – Mahkamah Konstitusi alias MK resmi menghapus ambang batas minimal pengusungan pasangan calon presiden dan wakil presiden atau presidential threshold sebagaimana tercantum dalam Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu).
Penghapusan tersebut diambil tak hanya karena presidential threshold dinilai bertentangan dengan hak politik dan kedaulatan rakyat, namun juga melanggar moralitas, rasionalitas, dan ketidakadilan yang intolerable serta nyata-nyata bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945.
Demikian keputusan MK yang dibacakan oleh Wakil Ketua MK Saldi Isra saat Sidang Pengucapan Putusan yang digelar pada Kamis (2/1/2025).
Sejarah Presidential Threshold di Indonesia
Mari kita kilas balik ke Pemilu 2004 saat ambang batas pencalonan presiden atau poredisential threshold pertama kali diterapkan. Pasangan calon presiden dan wakil presiden hanya dapat diusulkan oleh partai politik atau gabungan parpol yang memperoleh 15 persen jumlah kursi DPR atau 20 persen dari perolehan suara sah nasional dalam Pemilu Legislatif. Hal ini sesuai UU nomor 23 tahun 2003.
Kemudian berubah soal presidential threshold pada Pemilu 2009. Sesuai UU nomor 42 tahun 2008, menjadi 25 persen kursi di DPR atau 20 persen suara sah nasional dalam Pileg.
Selanjutnya pada Pemilu 2019 digunakan UU nomor 7 tahun 2017 karena Pilpres dan Pileg digelar serentak.
BACA JUGA: Presidential Threshold Dihapus, Anwar Usman dan Yusmic Beda Pendapat
Apakah Keputusan MK ini tepat? Apakah Dampak Penghapusan Presidential Threshold?
Banyak pengamat menilai keputusan MK ini akan berdampak positif bagi iklim demokrasi di Indonesia karena hak konstitusional pemilih menjadi lebih luas.
Sebelumnya, Presidential Threshold membuat parpol peserta pemilu tertentu mendominasi dalam pengusulan pasangan calon presiden dan wakil calon presiden. hal tersebut membuat para pemilih sulit mendapatkan alternatif paslon.
Keberadaan Presidential Threshold mendorong hanya lahir 2 pasangan calon saat pesta demokrasi pemilihan presiden dan calon wakil presiden. Akibatnya, masyarakat tergiring dalam polarisasi sehingga mudah terbelah.
Bahkan diperkirakan ke depannya akan lahir calon tunggal yang terlihat saat pemilihan kepala daerah kemarin. Ketika itu muncul pemilihan calon tunggal vs kotak kosong.
Karena itu, penghapusan Presidential Threshold diharapkan dapat melahirkan banyak pilihan calon presiden dan wakil presiden yang dipilih langsung oleh rakyat.
Dadi Haryadi