JAKARTA.TM.ID: Puluhan buruh lintas sektor industri dan wilayah yang tergabung dalam Komite Hidup Layak (KHL) menolak pemerintah menetapkan Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun 2023, Senin 30 November 2023.
Menurut beleid anyar tersebut, formulasi penghitungan upah minimum tidak mempertimbangkan pengeluaran kebutuhan hidup riil rumah tangga buruh.
Koordinator Komite Hidup Layak (KHL) Kokom Komalawati mengatakan,salah satu yang melatarbelakangi adanya survei ini adalah adanya realitas rendahnya upah dimasing masing daerah. Serta peraturan yang sudah tidak lagi relevan digunakan.
BACA JUGA:Sekjen OPSI Timboel Siregar, PP Nomor 51 tahun 2023 Dinilai Tak Adil Bagi Buruh
Bahkan penghitungan menggunakan survei KHL sekalipun, survei tersebut hanya menyasar satu kebutuhan buruh lajang. Dalam survei yang kami lakukan terhadap 181 responden rata rata buruh menanggung beban 3-4 orang anggota keluarga. Sementara, Jawa Tengah masih menjadi provinsi dengan UMP paling rendah di Indonesia pada 2024, yakni Rp2.036.947 (naik 4.02%).
Padahal hasil survei yang kami lakukan untuk wilayah jawa Tengah saja khususnya pada 32 responden yang berasal dari Kota Semarang, Kabupaten Semarang dan Grobogan rata-rata pengeluaran Jenis Konsumsi Makanan satu keluarga buruh mencapai Rp1.996.921,88 dalam 1 bulan.
Kokom melihat bahwa munculnya buruh terikat pinjaman online (Pinjol) karena semakin besar kebutuhan yang semakin besar.Namun pendapatan yang diterima buruh masih minim.
“Agar keberlangsungan hidup rumah tangga kelas buruh bergerak, buruh harus memutar otak dengan beberapa siasat yaitu memobilisasi anggota rumah tangga untuk bekerja di sektor lainnya,memperpanjang jam kerja, dan berhutang, bahkan hingga menjual aset kepemilikan harta benda menjadi keputusan sebagian besar responden dalam survei ini,” kata Kokom kepada Teropongmedia.id, Jumat (1/12/2023).
Yang harus di ketahui, pertama buruh tidak memiliki pilihan lagi untuk bertahan hidup dengan upah murah. Karena itu mereka harus meminjam ke pinjol walaupun diantara buruh itu sendiri mengetahui apa konsekuensi dari meminjam uang ke Pinjol, dengan bunga yang besar, teror dan ancaman dari pinjol yang terus menerus tak jarang berdampak pada kondisi mental buruh. Parahnya, istilah galih lubang tutup lubang sudah menjadi hal yang biasa di kalangan buruh.
Di survei yang kami lakukan bersama teman-teman di beberapa wilayah, jenis pengeluaran terbesar adalah pembayaran hutang bank atau pinjaman online. Pengeluaran tersebut berada di keempat sektor industri dan seluruh wilayah lokasi penelitian (4 provinsi).
BACA JUGA: Kemnaker Tegaskan Upah Tidak Turun Meskipun Ekonomi RI Anjlok
Hal ini menunjukan, bahwa upah buruh tidak mampu mencukupi kebutuhan hidup buruh. Dengan begitu, sebagian besar rumah tangga buruh terjerat hutang melalui industri kapitalisme finansial.
“Kedepan, Pinjol yang sebenarnya hadir untuk memudahkan seseorang mendapatkan pinjaman dengan syarat administrasi yang relative mudah, justru menjadi bomerang,” ucap Kokom.
Dengan ditetapkanya upah murah, buruh semakin terhimpit dan tak ada lagi jalan keluar selain berhutang, termasuk melanggenggakan hutang di pinjaman online.
Laporan Wartawan Jakarta: Agus Irawan