BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID — Di sebuah bukit tenang di Sleman, dua bangunan kuno berdiri berdampingan dalam diam: Candi Barong dan Candi Dawangsari. Satu bercorak Hindu, satu lagi bercorak Buddha. Namun keduanya menyuarakan hal yang sama, yakni warisan budaya, spiritualitas masa lalu, dan toleransi yang sudah mengakar jauh sebelum Indonesia berdiri.
Candi Dawangsari kini tengah menjalani proses pemugaran intensif sejak Mei 2025 oleh Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah X bersama Kementerian Kebudayaan. Proyek ini bukan sekadar rekonstruksi batu demi batu, tetapi juga usaha menghidupkan kembali narasi sejarah yang sempat terkubur.
Situs ini diyakini sebagai kompleks bernafaskan Buddha Mahayana, diperkirakan berasal dari masa Mataram Kuno. Letaknya yang tersembunyi di atas bukit dengan lanskap alam sekeliling yang tenang menguatkan dugaan bahwa tempat ini dulunya berfungsi sebagai vihara atau ruang meditasi para pendeta.
Menurut G. Lestari dalam buku Mengenal Lebih Dekat: Candi Nusantara (2007), Candi Dawangsari merupakan salah satu situs langka yang tidak memiliki struktur bangunan utama menjulang, melainkan berupa fondasi besar dan sebaran batuan yang menandakan bangunan yang runtuh atau belum selesai.
Kondisi ini menjadikan proses pemugarannya jauh lebih rumit karena para arkeolog dan juru pugar harus mencocokkan bentuk, tekstur, hingga posisi batu secara presisi untuk merekonstruksi ulang bangunannya secara autentik.
Tidak jauh dari sana, Candi Barong berdiri anggun di ketinggian yang sama. Berbeda dari Dawangsari, candi ini sudah melalui proses pemugaran dan kini menjadi destinasi budaya yang cukup populer. Uniknya, meski merupakan candi Hindu,
Candi Barong dibangun dengan gaya teras berundak seperti halnya candi-candi Buddha. Dua bangunan utama di bagian puncaknya didedikasikan untuk Dewa Wisnu dan Dewi Sri—dua sosok penting dalam kosmologi Hindu yang melambangkan pelindung dan kesuburan.
Candi Barong menjadi satu-satunya candi Hindu di kawasan perbukitan Prambanan yang tidak hanya menampilkan keindahan arsitektur, tetapi juga menandakan kecanggihan teknik bangunan masyarakat masa Mataram. Selain orientasi bangunannya yang menghadap ke arah timur (menyambut matahari terbit), struktur candi ini juga menunjukkan pemahaman spiritual dan astronomis yang mendalam.
Kehadiran dua candi dengan latar keyakinan yang berbeda namun dibangun berdekatan menjadi bukti kuat bahwa masyarakat Jawa masa lalu telah hidup dalam iklim toleransi dan keberagaman. Tidak ada sekat fisik maupun ideologis yang memisahkan keduanya. Justru kedekatan itu menandakan koeksistensi damai dua peradaban besar: Hindu dan Buddha.
BACA JUGA
Candi Cangkuang dan Kampung Pulo: Warisan Leluhur Penjaga Harmoni di Tanah Garut
Prabowo Temani Macron Kunjungi Akmil dan Candi Borobudur Hari Ini
Upaya pelestarian ini pun mendapat perhatian dari pemerintah. Belum lama ini, Wakil Menteri Kebudayaan Giring Ganesha bersama Kepala Kancabudaya Manggar Sari Ayuati dan dua arkeolog ternama, Antar Nugroho serta Septi Indrawati, meninjau langsung Candi Barong dan Candi Dawangsari.
Dalam kunjungan tersebut, mereka menyoroti pentingnya menjaga situs-situs budaya bukan hanya sebagai objek wisata, tapi sebagai pengingat akan jati diri bangsa.
(Daniel Oktorio Saragih/Magang/Aak)