JAKARTA, TEROPONGMEDIA.ID — Satgas Pangan Polri mengumumkan lima merek beras yang terindikasi melakukan pelanggaran dalam distribusi beras premium dan medium. Pelanggaran tersebut berkaitan dengan ketidaksesuaian mutu dan takaran dari label kemasan, yang dinilai merugikan konsumen dan melanggar hukum perlindungan konsumen.
Hal ini disampaikan langsung oleh Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) Bareskrim Polri sekaligus Kepala Satgas Pangan Polri, Brigjen Pol Helfi Assegaf, dalam konferensi pers di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis (24/7/2025).
“Kita sudah melakukan penyelidikan terhadap 212 merek beras. Dari hasil itu, ditemukan ada 52 PT yang memproduksi beras premium dan 15 PT produsen beras medium,” kata Helfi.
Penyelidikan dilanjutkan dengan pengambilan sampel beras dari berbagai pasar, baik tradisional maupun modern. Sampel tersebut kemudian diuji di laboratorium untuk mengetahui kesesuaian antara kandungan beras dan label yang tercantum.
“Sampai hari ini, sudah ada sembilan merek yang kami uji. Dari hasil uji laboratorium, ditemukan lima merek beras premium yang tidak memenuhi standar mutu,” tambahnya.
Daftar Perusahaan dan Merek Beras Lakukan Pelanggaran
Berikut adalah tiga perusahaan dan lima merek beras yang melakukan pelanggaran:
- PT PIM dengan merek Sania
- PT FS dengan merek Setra Ramos Merah, Setra Ramos Biru, dan Setra Pulen
- Toko SY dengan merek Jelita dan Anak Kembar
Helfi menjelaskan, modus operandi para pelaku usaha adalah dengan memproduksi dan menjual beras premium dengan label mutu yang tidak sesuai standar, baik menggunakan mesin modern maupun metode tradisional.
“Standar mutu yang tercantum di kemasan tidak sesuai dengan isi beras. Ini bentuk penipuan terhadap konsumen,” ujarnya.
Baca Juga:
Sejumlah barang bukti pun telah diamankan, termasuk beras dengan total berat 201 ton dalam berbagai kemasan. Selain itu, ditemukan juga dokumen-dokumen penting seperti legalitas perusahaan, sertifikat merek, serta standar operasional prosedur yang digunakan dalam proses produksi.
Penyidik kini telah menaikkan status perkara ini ke tahap penyidikan. Para pelaku terancam dijerat dengan pasal-pasal dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, khususnya Pasal 62 junto Pasal 8 ayat 1 huruf a dan f, yang mengatur tentang penyampaian informasi dan mutu produk.
Ancaman hukumannya maksimal lima tahun penjara dan denda hingga Rp2 miliar. Selain itu, kasus ini juga berpotensi dikaitkan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Jika terbukti, pelaku bisa dihukum hingga 20 tahun penjara dan dikenakan denda maksimal Rp10 miliar.
Dalam konferensi pers tersebut, Helfi menyatakan bahwa langkah ini merupakan bentuk nyata dari arahan Presiden Prabowo Subianto dalam menjaga kestabilan pasokan pangan nasional dan memastikan hak konsumen tidak dilanggar.
Ia menambahkan bahwa pengawasan terhadap mutu pangan akan terus dilakukan secara berkala dan menyeluruh untuk mencegah terulangnya kasus serupa. Pemerintah, kata dia,, tidak akan mentolerir bentuk kecurangan yang merugikan masyarakat, terutama dalam sektor pangan yang sangat vital.
(Dist)