BANDUNG,TEROPONGMEDIA.ID — Pasar Gedebage kini menjadi ujung tombak pengolahan sampah organik di Kota Bandung. Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Bandung, Darto, mengungkapkan pasar ini telah mengolah rata-rata lebih dari 20 ton sampah per hari, naik signifikan sejak mulai menerima kiriman sampah dari berbagai pasar di Bandung Timur.
Menurutnya, kapasitas maksimum Pasar Gedebage mencapai 30 ton per hari. Namun saat ini, produksi sampah dari dalam pasar hanya sekitar 9–10 ton, sehingga sisa kapasitas dimanfaatkan untuk menampung sampah dari pasar-pasar lain seperti Pasar Ujung Berung, Pasar Cicaheum, serta pasar tumpah di sekitarnya.
Bahkan sampah dari penyapuan jalanan mulai dari perempatan Gedebage hingga Bundaran Cibiru pun kini ikut dibuang ke sana.
“Sejak 13 Juli, semua sampah dari kawasan itu sudah mulai diangkut ke Gedebage. Kapasitasnya masih cukup, jadi akan terus kita tambah suplai dari wilayah lain,” kata Darto di Balaikota Bandung, Jumat (25/7/2025).
Namun, Darto menekankan tidak semua jenis sampah bisa dibawa ke Gedebage. Sistem pengolahan di sana memang dirancang khusus untuk sampah organik, yang kemudian diproses menjadi pupuk menggunakan metode windrow composting.
Baca Juga:
Buron Kasus Korupsi Proyek Sampah DLH Sukabumi Diringkus, Klaim Hanya Teken Kontrak Fiktif
Miris! Setiap Hari Indonesia Produksi Sampah Sebanyak 12 Candi Borobudur
“Sampah dari wilayah lain, seperti perumahan, biasanya mengandung banyak plastik. Jadi harus dipilah dulu. Organiknya saja yang bisa kami olah di Gedebage,” ucapnya.
Untuk saat ini, skema distribusi pupuk hasil olahan masih belum difinalisasi. DLH masih mengkaji apakah hasil kompos akan dijual atau dibagikan secara gratis.
Dengan konsep pengolahan yang terus dikembangkan, Darto optimis sampah yang masuk ke sistem bisa langsung diolah pada hari yang sama.
Selain itu, Darto juga menyebut, satu pasar telah berhasil dikelola dengan baik, dan fokus kini diarahkan ke wilayah-wilayah lain yang belum terintegrasi.
Pihaknya juga saat ini masih mempertimbangkan penggunaan teknologi lain seperti biodigester. Namun untuk wilayah dengan dominasi sampah anorganik, solusi tersebut dianggap kurang tepat.
“Biodigester itu hanya cocok untuk organik. Kalau untuk wilayah yang banyak sampah plastik, lebih cocok pakai RDF atau sistem thermal seperti insinerator atau pirolisis,” ujarnya.
Darto menegaskan langkah ini adalah bagian dari strategi Kota Bandung untuk mengurangi ketergantungan terhadap Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dan memperkuat sistem pengelolaan sampah berbasis kawasan. (Kyy/_Usk)