BOGOR, TEROPONGMEDIA.ID — Kepolisian Sektor (Polsek) Megamendung menggerebek sebuah pesta seks sesama jenis atau LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender) di sebuah vila di kawasan Puncak, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, pada Minggu (22/6/2025) dini hari sekitar pukul 00.30 WIB.
Polisi berhasil meringkus 75 pria LGBT pelaku pesta seks dalam operasi di Puncak Bogor tersebut.
Kapolsek Megamendung AKP Yulita Heriyanti mengatakan penggerebekan dilakukan setelah menerima laporan masyarakat tentang aktivitas mencurigakan di lokasi. “Kami mendapat laporan adanya sex party sesama jenis di wilayah Megamendung,” ujar Yulita, Senin (23/6).
Menurutnya, acara tersebut dikemas sebagai “family gathering” untuk mengelabui warga dan aparat.
“Modusnya mengadakan acara family gathering, tapi ternyata dugaan kami terbukti,” jelasnya.
Para peserta berasal dari sejumlah daerah, termasuk Jakarta dan Bekasi. Polisi juga menyita sejumlah barang bukti berupa alat bantu seks, termasuk bra bergetar dan mainan berbentuk organ intim wanita dari bahan karet.
BACA JUGA
Aksi Pemuda Selandia Baru Tolak LGBT, Ganggu Parade Rainbow di Auckland
Apa Itu Freak Off Party, Kerap Digelar P Diddy Bersama Artis Hollywood?
Seluruh peserta yang diamankan dibawa ke Polres Bogor untuk menjalani pemeriksaan lebih lanjut.
Pihak Polres Bogor masih mendalami kasus pesta seks LGBT ini untuk menentukan tindak pidana yang mungkin terjadi.
“Kami masih melakukan pemeriksaan mendalam terhadap semua pihak yang terlibat,” pungkas Yulita.
Apa itu LGBT?
Mengutip wikipedia, LGBT merupakan singkatan dari “lesbian, gay, biseksual, dan transgender”. Istilah ini mulai populer pada 1990-an sebagai pengganti frasa “komunitas gay” karena dianggap lebih inklusif dalam mencakup berbagai kelompok dengan identitas berbeda.
Awalnya, akronim ini diciptakan untuk mengakui keberagaman budaya berbasis orientasi seksual serta identitas gender.
Dalam perkembangannya, istilah LGBT sering dipakai secara luas untuk merujuk pada semua orang yang tidak heteroseksual, tidak terbatas hanya pada kelompok yang tercantum dalam singkatannya.
Untuk memperluas cakupannya, huruf “Q” kerap ditambahkan (menjadi LGBTQ) guna memasukkan kelompok queer dan mereka yang masih mempertanyakan identitas seksualnya.
Di Amerika Serikat dan negara-negara berbahasa Inggris lainnya, istilah LGBT telah menjadi terminologi utama yang digunakan baik oleh komunitas maupun media dalam membahas isu-isu terkait identitas seksual dan gender. Namun, penerimaan terhadap istilah ini tidak sepenuhnya bulat di kalangan kelompok yang diwakilinya.
Sebagian individu dalam komunitas ini menolak penyatuan identitas karena merasa perjuangan dan pengalaman masing-masing kelompok berbeda.
Kelompok transgender, misalnya, kerap memisahkan diri dari LGB karena perbedaan isu yang dihadapi. Ada pula aliran pemisahan lesbian dan gay yang menginginkan kedua kelompok ini berdiri sendiri.
Penolakan lain muncul dari anggapan bahwa akronim ini terlalu politis, mengaburkan keragaman identitas, atau memberikan kesan kesetaraan isu yang sebenarnya belum tercapai.
Sementara itu, komunitas interseks mengusulkan penambahan huruf “I” (menjadi LGBTI) agar mereka juga terwakili, sebuah usulan yang telah ada sejak akhir 1990-an dan digunakan dalam berbagai panduan aktivis hak asasi manusia.
(Aak)