BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID — Polda Jawa Timur bersama jajarannya menyita 11 buku dari massa aksi demonstrasi yang berujung kericuhan di Surabaya dan Sidoarjo pada 29–31 Agustus 2025. Buku-buku tersebut diduga memiliki kaitan dengan peristiwa kerusuhan yang terjadi dalam gelombang aksi di berbagai daerah, termasuk di wilayah Jatim.
Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Jatim, Kombes Widi Atmoko, menjelaskan penyitaan itu berawal dari insiden perusakan dan penyerangan terhadap Pos Polisi Waru, Sidoarjo, pada Sabtu (30/8) dini hari.
Dari kejadian itu, polisi mengamankan 18 orang yang diduga terlibat, terdiri dari delapan orang dewasa dan 10 anak di bawah umur atau anak yang berhadapan dengan hukum (ABH).
Salah satu tersangka, GLM (24) asal Surabaya. Saat menggeledah rumahnya, penyidik menemukan sejumlah buku bertema anarkisme yang kemudian disita sebagai barang bukti.
“Kemudian dari penangkapan ini dikembangkan ternyata tersangka ini, GLM (24) ini pada saat kami melakukan penggeledahan ditemukan buku-buku bacaan ya, buku-buku yang bacaannya berpaham anarkisme,” kata Widi, saat konferensi pers di Mapolda Jatim, Surabaya, Kamis (18/9/2025).
Buku-buku tersebut disita dan dijadikan barang bukti, Widi mengatakan, polisi menilai bacaan-bacaan itu mempunyai pengaruh terhadap cara pandang dan tindakan seseorang.
“Untuk mendalami bahwa ya apakah buku bacaan ini berpengaruh terhadap ya cara pandang seseorang sehingga melakukan tindakan-tindakan anarki,” klaimnya.
Widi berpendapat, pendalaman terhadap buku bacaan para tersangka ini penting dilakukan untuk mencari motif, pola dan peristiwa kerusuhan yang ditimbulkan seseorang.
“Pendalaman-pendalaman ini penting ya, karena kita ingin menghubungkan ya motif, pola, hubungan ya peristiwa rusuh yang terjadi kemarin. Sehingga ini kita lakukan penyitaan [buku]. Jadi semua yang ada hubungannya dengan tindak pidana atau perbuatan pidana kita lakukan langkah-langkah kejahatan, ya,” ucapnya.
Ia menjelaskan dalam upaya mengungkap dugaan tindak kejahatan, terdapat beberapa jenis barang bukti yang diperhatikan penyidik.
Pertama adalah barang bukti langsung, yaitu benda yang digunakan saat melakukan tindak pidana. Kedua, barang bukti petunjuk yang dapat membantu mengungkap pola jaringan maupun latar belakang pelaku hingga alasan di balik perbuatannya.
Kasus Perusakan Pos Polisi Waru
Dalam insiden perusakan Pos Polisi Waru, Sidoarjo, sekaligus penyerangan terhadap aparat, polisi semula mengamankan 40 orang. Dari jumlah tersebut, 12 orang merupakan dewasa dan 28 lainnya anak-anak.
Setelah pemeriksaan, 22 orang dipulangkan, sementara 18 lainnya ditetapkan sebagai tersangka.
“Massa melakukan pengeroyokan terhadap petugas di Pos Polisi Waru hingga menyebabkan seorang anggota Polresta Sidoarjo mengalami luka di kepala,” ungkap Widi.
Baca Juga:
Ras Muhammad Terkejut Bukunya ‘Negeri Pelangi’ Ikut Disita Polisi dalam Kasus Delpedro
Prabowo Sebut Bukan Kader PDIP, Tapi Terkesan dengan Buku Soekarno
Dari 18 tersangka, delapan orang adalah dewasa dan 10 lainnya termasuk kategori anak berhadapan dengan hukum (ABH). Masing-masing memiliki peran, mulai dari menyerang aparat dengan batu, merusak fasilitas pos polisi, hingga mengambil tameng milik petugas.
Adapun delapan pelaku dewasa yang diamankan berinisial MAN (18), BZ (21), AY (21), RAS (21), SBA (21), GS (21) seluruhnya warga Sidoarjo serta EPS (22) dan GLM (24) yang berasal dari Surabaya.
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat Pasal 170 KUHP dengan ancaman hukuman penjara maksimal 5 tahun 6 bulan.
(Virdiya/_Usk)