BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID — Istilah amicus curiae semakin ramai menjadi perbincangan, terutama dalam konteks sengketa pilpres 2024. Menurut Wikipedia, amicus curiae diartikan sebagai orang perseorangan atau organisasi yang bukan merupakan pihak dalam suatu perkara hukum, tetapi diperbolehkan membantu pengadilan dengan memberikan informasi, keahlian, atau wawasan yang berkaitan dengan permasalahan dalam perkara tersebut. Istilah Latin ini secara harfiah berarti “sahabat pengadilan”.
Pada umumnya terdapat dalam kasus-kasus yang melibatkan kepentingan publik yang luas dan kekhawatiran mengenai hak-hak sipil yang dipertanyakan. Hal ini sesuai dengan keterangan dalam The Statement of Interest is a Tool in Federal Civil Rights Enforcement, Harvard Civil Rights-Civil Liberties Law Review.
Rekor di Sengketa Pilpres 2024
Website resmi Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia mencatat bahwa sengketa pilpres 2024 dijuluki sebagai Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2024 (PHPU Tahun 2024). Hingga 17 April 2024, MK menerima 23 pengajuan permohonan sebagai amicus curiae.
BACA JUGA: Deretan Tokoh Layangkan Amicus Curiae ke MK Terkait Pilpres 2024
Ini menjadi jumlah terbanyak sepanjang sejarah MK menangani PHPU Presiden, menunjukkan besarnya perhatian masyarakat terhadap kasus ini. Amicus curiae pada sengketa pilpres 2024 berasal dari berbagai kalangan masyarakat, termasuk akademisi, budayawan, seniman, advokat, dan mahasiswa. Mereka mengajukan pandangan dari berbagai perspektif untuk memberikan pemahaman yang lebih luas kepada MK.
Pengaruh
Pengaruhnya pada keputusan hakim MK adalah otoritas hakim itu sendiri. Hakim memiliki kewenangan untuk mempertimbangkan informasi yang disampaikan, baik secara keseluruhan maupun sebagian, atau bahkan tidak dipertimbangkan sama sekali jika tidak relevan. Ini menunjukkan memiliki peran yang signifikan dalam proses pengambilan keputusan MK.
Dari 52 permohonan yang diajukan, hakim MK hanya mendalami dan mencermati 14 di antaranya. Termasuk di antaranya yang diperhatikan adalah surat dari tokoh-tokoh publik seperti Ketua Umum PDIP Megawati Sukarnoputri, sejumlah aktivis, dan eks pimpinan KPK.
Namun, tidak semua permohonan diterima, menunjukkan bahwa MK memberikan batasan yang ketat dalam menyeleksi informasi yang akan dipertimbangkan.
(Kaje/Usk)