BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID — Parlemen Irak mengesahkan amandemen Undang-Undang Status Pribadi yang memicu kecaman luas dari aktivis hak asasi manusia.
Amandemen ini, yang disahkan pada Selasa (21/1/2025), memberikan kewenangan lebih besar kepada pengadilan agama dalam urusan keluarga, termasuk pernikahan, dan memicu kekhawatiran akan legalisasi pernikahan anak.
Meskipun hukum Irak menetapkan usia minimal pernikahan 18 tahun, amandemen ini memungkinkan ulama untuk mengizinkan pernikahan anak perempuan berdasarkan interpretasi hukum Islam.
Mazhab Jaafari, yang dianut banyak Syiah di Irak, mengizinkan pernikahan anak perempuan sejak usia sembilan tahun.
Hal ini menimbulkan kekhawatiran akan meningkatnya praktik pernikahan anak di Irak.
Pengesahan undang-undang ini diwarnai kekacauan dan tudingan pelanggaran prosedural. Banyak anggota parlemen mengeluh karena tidak diberikan kesempatan untuk memberikan suara.
Sementara yang lain memprotes penggabungan beberapa undang-undang kontroversial dalam satu paket, termasuk undang-undang amnesti.
Seorang pejabat parlemen yang tidak mau disebutkan namanya mengatakan kepada AFP bahwa setengah dari anggota parlemen yang hadir tidak memberikan suara, sehingga melanggar kuorum hukum.
Aktivis hak asasi manusia mengecam amandemen ini sebagai langkah mundur yang mengancam hak-hak perempuan dan anak perempuan di Irak.
Pernikahan anak dapat berdampak buruk pada kesehatan fisik dan mental anak, serta membatasi akses mereka terhadap pendidikan dan peluang lainnya.
(Hafidah Rismayanti/Budis)