JAKARTA, TEROPONGMEDIA.ID — Kubu Presiden ke-6 Joko Widodo (Jokowi) menyatakan, dalam laporan terkait dugaan ijazah palsu di Polda Metro Jaya, tidak ada penyebutan nama secara spesifik, termasuk nama Abraham Samad.
Pernyataan itu disampaikan, dalam merespon klaim eks Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Abraham Samad, yang merasa menjadi korban kriminalisasi oleh Jokowi.
“Pak Jokowi dalam laporannya di Polda Metro Jaya tidak pernah menyebutkan nama Abraham Samad sebagai terlapor, karena yang diadukan adalah peristiwa fitnah dan penghinaannya,” kata kuasa hukum Jokowi, Rivai Kusumanegara dalamketerangannya, dikutip Senin (19/08/2025).
Rivai menuturkan, pada saat itu kliennya melaporkan sebanyak 24 peristiwa yang diduga merupakan bentuk fitnah dan pencemaran nama baik yang dianggap merugikan Jokowi. Oleh karena itu, ia menegaskan bahwa proses penentuan siapa saja yang menjadi terlapor sepenuhnya merupakan kewenangan penyidik di Polda Metro Jaya.
Mengenai pemanggilan terhadap Abraham Samad, Rivai menduga hal itu berkaitan dengan ketidakhadirannya dalam pemeriksaan pada tahap penyelidikan.
BACA JUGA:
Abraham Samad Dicecar Polda Metro Jaya Akibat Isu Ijazah Palsu Jokowi, Ada Pertanyaan Tak Nyambung?
UGM Tolak Fasilitasi Peluncuran Buku Jokowi’s White Paper, Lampu dan AC Sempat Mati!
Maka dari itu, pemanggilan kembali dilakukan saat kasus memasuki tahap penyidikan untuk mendengar penjelasan Abraham terkait pernyataannya dalam sebuah podcast pribadi yang menyinggung isu ijazah Presiden Jokowi.
“Padahal di situ saatnya memberi klarifikasi kepada penyidik,” ujar Rivai.
Lebih jauh, Rivai mengungkapkan bahwa Jokowi sendiri sudah beberapa kali menghadapi laporan hukum, baik di Bareskrim maupun di Polda Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Dalam setiap pemanggilan, mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut disebut selalu bersikap kooperatif dengan menghadiri permintaan klarifikasi dari aparat penegak hukum.
Rivai kemudian mengimbau agar Abraham tidak merasa takut jika merasa tidak melakukan tindak pidana. Ia menyebut, sebagai mantan pimpinan KPK dan juga seorang advokat, Abraham seharusnya paham prosedur hukum yang berlaku.
“Sebagai mantan pimpinan KPK dan juga advokat tentunya beliau memahami betul lika-liku penyidikan, sehingga tidak perlu khawatir jika memang tidak memiliki mens rea saat menjadi host dalam podcastnya,” ungkap Rivai.
Diberitakan sebelumnya, Eks Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Abraham Samad, memenuhi pemeriksaan selama 10 jam oleh penyidik Subdirektorat Keamanan Negara Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, terkait dengan Pemeriksaan kasus dugaan ijazah palsu Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi).
Dalam proses tersebut, Abraham menerima sebanyak 56 pertanyaan dari tim penyidik.
Kuasa hukum Abraham, Daniel Winarta menjelaskan, bahwa sebagian besar pertanyaan yang diajukan penyidik terhadap kliennya, berkenaan dengan isi konten dalam podcast Abraham Samad Speak Up yang diunggah di kanal YouTube.
Kendati begitu, ia menyayangkan adanya beberapa pertanyaan yang menurutnya tidak relevan dengan waktu dan tempat kejadian yang tercantum dalam surat pemanggilan.
“Dalam surat panggilan itu dituliskan bahwa kejadiannya terjadi tanggal 22 Januari. Sedangkan, banyak pertanyaan yang dilontarkan oleh penyidik itu berada di luar dari tempus dan lokus delicti yang sudah ditulis dalam surat panggilan,” kata Daniel di Mapolda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Rabu (13/08/2025).
Ia menilai, ketidaksesuaian tersebut berpotensi menjadi bentuk kriminalisasi dan upaya pembatasan terhadap kebebasan berekspresi di media sosial.
Sementara itu, Abraham Samad mengungkapkan rasa terima kasihnya kepada publik yang telah memberikan dukungan selama ia menjalani pemeriksaan.
Ia menyebut bahwa salah satu alasan lamanya proses berlangsung adalah karena dirinya harus menandatangani 24 rangkap Berita Acara Pemeriksaan (BAP).
Ketua KPK periode 2011–2015 ini menyampaikan bahwa sebagian besar materi pemeriksaan tidak berkaitan langsung dengan kejadian pada 22 Januari 2025.
Sebaliknya, pertanyaan lebih banyak difokuskan pada isi podcast-nya yang menampilkan wawancara bersama sejumlah narasumber, yakni Roy Suryo, Rismon Sianipar, Tifauziah Tyassuma, Kurnia Tri Royani, dan Rizal Fadillah.
“Selain tidak sesuai dengan KUHAP, dia juga melanggar prinsip-prinsip hak asasi manusia. Tapi walaupun demikian, kita tetap menandatangani BAP tadi yang terdiri dari 24 rangkap,” kata Abraham.
Atas dasar itu, Abraham menilai bahwa proses pemeriksaan terhadap dirinya tidak sesuai dengan ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), karena tempus dan locus delicti yang dimaksud dalam pemeriksaan tidak selaras dengan isi surat panggilan.
(Saepul)