JAKARTA.TM.ID: Ada penolakan yang datang dari puluhan buruh lintas sektor industri dan wilayah yang tergabung dalam Komite Hidup Layak (KHL).
Mereka menolak pemerintah menetapkan Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun 2023.
BACA JUGA: Konvoi Buruh di Simpang Padalarang Rugikan Pengguna Jalan, Macet Hingga 5 KM
Menurut beleid anyar tersebut, formulasi penghitungan upah minimum tidak mempertimbangkan pengeluaran kebutuhan hidup riil rumah tangga buruh.
Koordinator Komite Hidup Layak (KHL) Kokom Komalawati, KHL pun menuntut kenaikan upah berdasarkan hidup layak. Menuntut pemerintah untuk menjamin tidak terjadi PHK setelah kenaikan upah minimum, menurunkan harga Sembako dan menurunkan harga BBM.
Kokom juga menjelaskan, KHL telah melakukan survei dan diskusi terfokus bersama 181 responden, pada 18 September 2023 hingga 18 Oktober 2023 di tiga Kota dan delapan Kabupaten di empat provinsi.
“Pertama Provinsi Jawa Barat survei dilakukan di Kota Sukabumi. Kedua Provinsi Banten di Kota dan Kabupaten Tangerang dan ketiga, Provinsi Jawa Tengah di Kabupaten Klaten, Grobogan, Boyolali, Sukoharjo serta Kota dan Kabupaten Semarang. Lalu keempat di Sulawesi Tengah tepatnya di Kabupaten Morowali dan Buol,” ucap Kokom dalam keterangannya, Kamis (30/11/2023).
BACA JUGA: Soal Demo Buruh Imbas PP No 51 Tahun 2023, Ning Wahyu: Itu Merupakan Hak Buruh
Temuan survei menunjukkan, rata-rata pengeluaran rumah tangga buruh untuk jenis pengeluaran konsumsi makanan dan nonmakanan sebesar Rp9.299.666,65 per bulan.
Pengeluaran untuk jenis makanan sebesar Rp 2.332.641,44 atau 25,08 persen. Sedangkan, sebesar Rp 6.967.025,21 atau 74,92 persen merupakan pengeluaran jenis nonmakanan.
Laporan Wartawan Jakarta : Agus Irawan