BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID — Universitas Islam Negeri (UIN) Mataram akhirnya mengambil langkah tegas terkait dugaan kasus pencabulan yang melibatkan seorang dosen berinisial W.
Rektor UIN Mataram, Prof. Masnun Tahir, menekankan pihak kampus akan menjatuhkan sanksi tegas kepada dosen yang bersangkutan, serta kepada siapa pun yang terlibat dalam kejadian yang telah mencemarkan nama baik institusi tersebut.
“Kami akan mengevaluasi seluruh pengurus Ma’had dan memberikan sanksi tegas kepada pelaku,” ujar Prof Masnun, dikutip Kamis (22/5/2025).
Sebagai tindakan awal, pihak kampus telah menerbitkan surat penangguhan terhadap dosen yang bersangkutan. UIN Mataram juga secara resmi melarang oknum tersebut terlibat dalam seluruh kegiatan kampus.
Rektor menegaskan bahwa institusinya tidak akan memberikan toleransi terhadap pelanggaran norma maupun kode etik, khususnya yang berkaitan dengan kekerasan seksual.
Selain itu, kampus telah membentuk tim investigasi internal untuk mengumpulkan bukti secara objektif.
Tim ini bertugas memberikan masukan kepada pimpinan dalam mengambil keputusan, sesuai dengan peraturan dari Dirjen Kementerian Agama dan kode etik internal UIN Mataram.
“Kami sudah meminta UIN Care yang memang fokus menangani kekerasan seksual, untuk menginvestigasi kasus ini dengan objektif,” ungkapnya.
Sebelumnya, Perwakilan Aliansi Stop Kekerasan Seksual NTB, Joko Jumadi telah melaporkan kasus ini ke Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda NTB pada Selasa, 20 Mei 2025.
“Perbuatan pelaku berlangsung sejak tahun 2021 hingga 2024,” terang Joko.
Joko turut menjelaskan pelaku melakukan aksinya di asrama putri, di mana ia menjabat sebagai salah satu pimpinan.
Baca Juga:
Puluhan Mahasiswa UIN Mataram Tuntut Pemecatan Dosen Terduga Pelaku Pelecehan Seksual
Dosen UIN Mataram Langsung Diperiksa Usai Labrak Mahasiswi Pelapor Pelecehan Seksual
Melalui manipulasi secara psikologis, pelaku membujuk korban untuk memandangnya sebagai sosok ayah, kemudian melakukan tindakan tidak senonoh yang meninggalkan luka psikologis mendalam bagi korban.
“Salah satu modus pelaku ialah memaksa korban tidur di ruangan tertentu dan melakukan aksi bejatnya di depan korban lain,” tambah Joko.
Joko mengungkapkan terdapat relasi kuasa antara pelaku dan korban. Pelaku membangun tekanan psikologis yang menimbulkan rasa takut, terutama terkait kemungkinan pencabutan beasiswa, meskipun tidak dilakukan dengan ancaman secara langsung.
(Virdiya/Budis)