JAKARTA,TM.ID: Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri akhirnya angkat suara merespons dinamika politik terkini yang melibatkan Mahkamah Konstitusi (MK).
Mega menyampaikan pikirannya lewat pidato bertajuk ‘Suara Hati Nurani’, Minggu (12/11).
Mega berpidato selama sekitar 10 menit dengan latar belakang bendera merah putih dan patung Themis, dewi Yunani kuno, yang menjadi simbol hukum dan keadilan.
Melansir laman resmi PDI Perjuangan, Presiden ke-5 RI itu menyinggung soal putusan Majelis Kehormatan MK (MKMK) yang menyatakan Ketua MK Anwar Usman melakukan pelanggaran etik berat dalam keputusan perkara 90.
BACA JUGA : Kabar Angin Panasanya Jokowi dan Megawati, Ada Pesan dari Razman Arif Nasution
Putusan itu yang membuat Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka bisa maju di Pilpres 2024.
Mega mengaku prihatin dengan pusaran kasus di MK. Ia mengatakan konstitusi mestinya menjadi pranata kehidupan berbangsa dan bernegara.
Berikut poin-poin penting pidato Megawati.
Putusan MKMK menjadi cahaya terang
Mega menyebut putusan MKMK pada Selasa (7/11) memberikan cahaya terang di tengah kegelapan demokrasi.
Dia menilai putusan MKMK yang menyatakan Anwar Usman melakukan pelanggaran etik berat membuktikan bahwa politik moral masih berdiri kokoh menghadapi rekayasa hukum konstitusi.
Dia mengaku prihatin sebab MK mestinya menjadi pranata sosial dalam hidup bernegara.
Ungkit pembentukan MK
Megawati mengungkit sejarah pembentukan MK di bawah kepemimpinannya. Dia mengaku serius membentuk MK yang kemudian diatur melalui perubahan ketiga UUD 1945 Pasal 7b, Pasal 24 ayat 2; dan Pasal 24c, tentang pembentukan MK.
Menurut Mega, MK harus menjadi lembaga negara yang berwibawa karena memiliki tugas yang berat untuk mengawal konstitusi. Karena tugas itu, dia mengaku tak main-main kala mendirikan MK.
MK simbol perlawanan
Putri Presiden ke-1 RI Sukarno itu menyebut MK juga menjadi simbol perlawanan terhadap penguasa. Menurut dia, MK dibentuk untuk mewakili kehendak masyarakat setelah reformasi.
Megawati mengatakan kehendak masyarakat atas reformasi adalah perlawanan terhadap watak dan kultur pemerintah yang otoriter dan sentralistik. Kultur itulah yang akhirnya melahirkan korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Pemilu momentum cari pemimpin terbaik
Megawati menambahkan kasus di MK baru-baru ini menunjukkan bahwa manipulasi hukum kembali terjadi. Menurut dia, kasus di MK disebabkan karena praktik kekuasaan yang abai terhadap moral dan etika.
Namun, Megawati meyakini Indonesia sebagai bangsa pejuang. Dia karena itu meminta masyarakat untuk sama-sama mengawal Pemilu dan Pilpres 2024.
Megawati mengadakan pemilu merupakan momentum untuk mencari pemimpin terbaik.
Megawati mengingatkan agar rekayasa hukum seharusnya tak terjadi lagi. Hukum menurut dia harus menjadi alat untuk menunjukkan kebenaran dan menghadirkan keadilan.
(Usamah)