BANDUNG,TEROPONGMEDIA. ID — Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Jawa Barat menilai stabilitas sektor jasa keuangan Provinsi Jawa Barat sampai dengan 31 Oktober 2024 terjaga stabil dan resilient dengan kinerja keuangan yang bertumbuh dan memiliki indikator prudensial yang memadai, di tengah meningkatnya risiko geopolitik global.
Di tatanan lokal, laju ekonomi Provinsi Jawa Barat di akhir triwulan III-2024 tumbuh 4,91 persen (year on year/yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan II-2024 (4,95 persen yoy) serta lebih rendah dibandingkan dengan nasional (4,95 persen yoy). Pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Barat berada di urutan ke-21 dari 34 provinsi di Indonesia dan urutan ke-5 dari provinsi-provinsi di Pulau Jawa.
Dari sisi lapangan usaha, pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Barat ditopang Industri Pengolahan dengan pertumbuhan 5,12 persen yoy. Pertumbuhan lapangan usaha tertinggi pada Transportasi dan Pergudangan (11,87 persen yoy). Sementara dari sisi pengeluaran, ekonomi Provinsi Jawa Barat ditopang oleh Konsumsi Rumah Tangga dengan pertumbuhan 4,98 persen yoy. Pertumbuhan sisi pengeluaran tertinggi terjadi pada Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) 6,83 persen yoy.
Sejalan dengan amanat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UUP2SK), OJK terus memperkuat pengawasan terhadap Lembaga Jasa Keuangan (LJK) khususnya di Provinsi Jawa Barat. Kantor OJK Provinsi Jawa Barat yang membawahkan Kantor OJK Cirebon dan Kantor OJK Tasikmalaya, seluruhnya melakukan fungsi pengawasan dan perizinan terhadap LJK yang berkantor pusat di 18 Kabupaten dan 9 Kota di Provinsi Jawa Barat.
Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK) yang menjadi kewenangan Kantor OJK Provinsi Jawa Barat mencakup 3 Bank Umum, 136 BPR dan BPRS, 18 perusahaan Gadai Swasta, 23 LKM & LKMS, 1 Kantor Pusat (KP) Perusahaan Efek Daerah (PED), 1 KP APERD, 2 KP Perantara Pedagang Efek-Efek Bersifat Utang dan Sukuk (PPE-EBUS), 310 KC APERD, 7 KC Manajer Investasi, 77 KC Perusahaan Efek dan 84 emiten.
Perkembangan Sektor Perbankan
Penyaluran kredit perbankan nasional tumbuh sebesar 10,92 persen yoy menjadi Rp7.657 triliun dengan NPL gross sebesar 2,20 persen, membaik dibandingkan Oktober 2023 sebesar 2,42 persen. Sementara itu, penyaluran Kredit perbankan di Provinsi Jawa Barat tumbuh sebesar 7,85 persen yoy menjadi Rp618 triliun. Pertumbuhan Kredit di Provinsi Jawa Barat lebih tinggi dibandingkan Provinsi Sulawesi Selatan (6,87 persen yoy), Provinsi Banten (6,4 persen yoy), dan Provinsi Jawa Tengah (5,5 persen yoy), namun masih di bawah Provinsi DKI Jakarta (12,90 persen yoy), Provinsi Sumatera Utara (9,19 persen yoy), dan Provinsi Jawa Timur (7,94 persen yoy). Rasio NPL gross perbankan di Provinsi Jawa Barat per 31 Oktober 2024 sebesar 3,09 persen, membaik jika dibandingkan posisi 31 Oktober 2023 sebesar 3,37 persen, tetapi lebih buruk jika dibandingkan rasio NPL gross nasional yang sebesar 2,20 persen.
Perkembangan kinerja Perbankan di Provinsi Jawa Barat pada 31 Oktober 2024 mengalami pertumbuhan positif secara yoy tercermin dari beberapa indikator antara lain Aset mencapai Rp1.032 triliun, atau tumbuh sebesar Rp79,42 triliun (8,34 persen yoy) jika dibandingkan bulan 31 Oktober 2023 sebesar Rp952 triliun. Bila dibandingkan dengan posisi 31 Desember 2023, total Aset perbankan di Provinsi Jawa Barat tumbuh sebesar Rp58,36 triliun (6,00 persen ytd).
Selanjutnya untuk periode yang sama, Dana Pihak Ketiga (DPK) sebesar Rp699 triliun, tumbuh sebesar Rp40,47 triliun (6,15 persen yoy) jika dibandingkan bulan 31 Oktober 2023 sebesar Rp658 triliun. Bila dibandingkan dengan posisi 31 Desember 2023, penghimpunan DPK tumbuh sebesar Rp18,92 triliun (2,78 persen ytd). Sementara Kredit atau Pembiayaan mencapai Rp646 triliun, tumbuh sebesar Rp48,70 triliun (8,15 persen yoy) jika dibandingkan 31 Oktober 2023 sebesar Rp598 triliun. Bila dibandingkan dengan posisi 31 Desember 2023, penyaluran kredit tumbuh sebesar Rp42,74 triliun (7,08 persen ytd).
Bank Umum yang berkantor Pusat di Provinsi Jawa Barat juga mencatatkan kinerja pertumbuhan yang lebih baik dibanding rata-rata perbankan di Provinsi Jawa Barat, antara lain tercermin Aset mencapai Rp198 triliun atau tumbuh sebesar Rp17,85 triliun (9,89 persen yoy) jika dibandingkan 31 Oktober 2023 sebesar Rp180 triliun. Sementara DPK mencapai Rp143 triliun, tumbuh sebesar Rp7,77 triliun (5,74 persen yoy) jika dibandingkan 31 Oktober 2023 sebesar Rp135 triliun. Dari sisi penyaluran Kredit atau Pembiayaan tercapai Rp130 triliun atau tumbuh sebesar Rp7 triliun (5,68 persen yoy) jika dibandingkan 31 Oktober 2023 sebesar Rp123 triliun. Kinerja tersebut didukung oleh satu Bank Umum Konvensional, yaitu Bank BJB serta satu Bank Umum Syariah, yaitu Bank BJB Syariah.
Sementara itu, kinerja BPR dan BPRS juga menunjukkan tren positif. Per 31 Oktober 2024, total Aset BPR dan BPRS di Provinsi Jawa Barat mencapai Rp32,43 triliun, tumbuh sebesar Rp1,64 triliun atau 5,32 persen yoy jika dibandingkan bulan 31 Oktober 2023 sebesar Rp30,79 triliun. Dalam hal penghimpunan DPK BPR dan BPRS mencapai Rp22,37 triliun, tumbuh sebesar Rp1,32 triliun atau 6,26 persen yoy, jika dibandingkan bulan 31 Oktober 2023 sebesar Rp21,05 triliun. Sementara penyaluran Kredit dan Pembiayaan per 31 Oktober 2024 mencapai Rp23,68 triliun, tumbuh sebesar Rp1,81 triliun atau 8,30 persen yoy jika dibandingkan 31 Oktober 2023 sebesar Rp21,87 triliun.
Dalam tatanan jenis usaha BPR, Per 31 Oktober 2024, kredit yang disalurkan BPR Konvensional mencapai Rp17,70 triliun, tumbuh sebesar Rp1,33 triliun atau (8,12 persen yoy). Namun demikian, kualitas Kredit BPR Konvensional memburuk yang tercermin dari peningkatan NPL gross dari 12,08 persen di 31 Oktober 2023 menjadi sebesar 12,83 persen posisi 31 Oktober 2024. Realisasi pembiayaan BPR Syariah per 31 Oktober 2024 tumbuh sebesar Rp0,49 triliun (8,84 persen yoy) dari sebesar Rp5,49 triliun di 31 Oktober 2023 menjadi Rp5,98 triliun posisi 31 Oktober 2024. Kualitas pembiayaan BPRS memburuk yang tercermin dari rasio NPF dari 6,38 persen di 31 Oktober 2023 menjadi 9,79 persen di 31 Oktober 2024.
Sementara itu, market share Pembiayaan BPRS dibanding total Kredit BPR di Provinsi Jawa Barat terus mengalami peningkatan dalam 3 (tiga) tahun terakhir, dari 21,7 persen pada tahun 2021 menjadi 25,5 persen pada 31 Desember 2023, namun mengalami penurunan pada 31 Oktober 2024 menjadi 25,2 persen.
Total penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) Nasional per 31 Oktober 2024 mencapai Rp246,59 triliun dengan outstanding sebesar Rp209,69 triliun. Sementara penyaluran KUR di Provinsi Jawa Barat mencapai Rp24,71 triliun dan menempati urutan ketiga provinsi terbesar dalam penyaluran KUR setelah Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi Jawa Timur. Tercatat sebanyak 432.945 pelaku usaha di Provinsi Jawa Barat telah memanfaatkan pembiayaan KUR dengan nilai outstanding saat ini mencapai Rp21,64 triliun. Berdasarkan jenis, KUR Mikro memiliki porsi paling besar yaitu mencapai Rp15,97 triliun dilanjutkan KUR Kecil sebesar Rp8,61 triliun.
Kinerja Sektor Pasar Modal
Sampai dengan 30 September 2024, total Single Investor Identification (SID) di Provinsi Jawa Barat tercatat sebanyak 2.862.724 SID, atau tumbuh 9,40 persen dibanding periode tahun sebelumnya 2.616.660 SID. Provinsi Jawa Barat menjadi provinsi dengan jumlah SID terbanyak atau mencapai 20,67 persen secara Nasional. Hal ini menunjukkan antusiasme warga Jawa Barat untuk mengakses produk keuangan Pasar Modal. Sedangkan total transaksi saham di Provinsi Jawa Barat mencapai Rp24,86 triliun, terbesar ketiga setelah Provinsi DKI Jakarta dan Provinsi Jawa Timur.
Sementara jumlah investor pasar modal terkait kepemilikan Surat Berharga Negara di Provinsi Jawa Barat mencapai 223.355 investor, terbesar kedua setelah Provinsi DKI Jakarta. Saat ini sudah terdapat 83 perusahaan dari Provinsi Jawa Barat yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, yang terdiri dari sektor Perbankan, Telekomunikasi, Properti dan Industri Makanan & Minuman.
Kinerja Sektor Industri Keuangan Non Bank
Per 30 September 2024, nilai Aset Dana Pensiun di Provinsi Jawa Barat mencapai Rp26,07 triliun, menurun sebesar Rp0,15 triliun atau negatif 0,57 persen yoy jika dibandingkan dengan 30 September 2023 sebesar Rp26,22 triliun. Bila dibandingkan dengan 31 Desember 2023, realisasi nilai Aset tersebut juga menurun sebesar Rp0,25 triliun atau negatif 0,94 persen ytd. Hal senada juga terjadi pada nilai Investasi Dana Pensiun di Provinsi Jawa Barat. Per 30 September 2024 nilai Investasi Dana Pensiun sebesar Rp25,36 triliun, menurun sebesar Rp0,16 triliun atau negatif 0,63 persen yoy. Apabila dibandingkan dengan 31 Desember 2023, nilai investasi dana pensiun juga menurun sebesar Rp0,25 triliun atau negatif 0,97 persen ytd.
Sementara pada sektor Pergadaian, posisi 30 September 2024, nilai Aset Perusahaan Pergadaian di Provinsi Jawa Barat sebesar Rp0,18 triliun, tumbuh sebesar Rp4 miliar atau 2,07 persen yoy jika dibandingkan dengan 30 September 2023 sebesar Rp0,17 triliun. Bila dibandingkan dengan 30 Desember 2023, realisasi nilai Pinjaman yang disalurkan juga tumbuh sebesar Rp10 miliar atau 4,44 persen ytd. Senada dengan nilai Pinjaman yang disalurkan Pergadaian di Provinsi Jawa Barat, per 30 September 2024 nilai Pinjaman yang disalurkan secara nasional sebesar Rp11,42 triliun, tumbuh sebesar Rp2 miliar atau 24,67 persen yoy jika dibandingkan dengan 30 September 2023 sebesar Rp9,16 triliun. Nilai Aset dan nilai Pinjaman yang disalurkan oleh Perusahaan Pergadaian di Provinsi Jawa Barat terbilang masih sangat kecil jika dibandingkan dengan jumlah nasional.
Pada sektor Pembiayaan posisi 30 September 2024, realisasi Piutang Pembiayaan di Provinsi Jawa Barat sebesar Rp79,79 triliun, tumbuh sebesar Rp6,97 triliun atau 9,57 persen yoy jika dibandingkan dengan September 2023 sebesar Rp72,82 triliun. Bila dibandingkan dengan 31 Desember 2023, realisasi Piutang Pembiayaan tumbuh sebesar Rp5,11 triliun atau 6,84 persen ytd. Kualitas Piutang Pembiayaan di Provinsi Jawa Barat membaik yang tercermin dari penurunan rasio NPF dari 3,13 persen di 30 September 2023 menjadi sebesar 3,10 persen di 30 September 2024. Rasio NPF Provinsi Jawa Barat tersebut lebih buruk dibandingkan nasional yang sebesar 2,62 persen.
Sementara pada sektor Modal Ventura posisi 30 September 2024, realisasi Pembiayaan/Penyertaan Modal Ventura di Provinsi Jawa Barat mencapai Rp3,18 triliun, tumbuh sebesar Rp0,14 triliun atau 4,75 persen yoy jika dibandingkan dengan 30 September 2023 sebesar Rp3,03 triliun. Apabila dibandingkan dengan 31 Desember 2023, realisasi Pembiayaan Modal Ventura tumbuh sebesar Rp0,17 triliun atau 5,67 persen ytd. Kualitas Pembiayaan Modal Ventura di Provinsi Jawa Barat membaik yang tercermin dari rasio NPF dari sebesar 5,40 persen di 30 September 2023 menjadi sebesar 4,55 persen di 30 September 2024. Apabila dibandingkan dengan posisi Desember 2023, rasio NPF tersebut membaik sebesar 1,09 persen.
Pada sektor Fintech peer-to-peer Lending (P2P) posisi 30 September 2024, outstanding pinjaman perusahaan fintech di Provinsi Jawa Barat sebesar Rp19 triliun, tumbuh sebesar Rp3,57 triliun atau 22,59 persen yoy jika dibandingkan dengan September 2023 sebesar Rp16 triliun. Bila dibandingkan dengan Desember 2023, outstanding pinjaman P2P tumbuh sebesar Rp2,79 triliun atau 16,81 persen ytd. Selain itu, kualitas pinjaman P2P di Provinsi Jawa Barat dinilai membaik tercermin dari rasio Tingkat Wanprestasi 90 hari (TWP90) dari sebesar 3,69 persen di September 2023 menjadi sebesar 2,86 persen di September 2024. Namun demikian, rasio TWP90 tersebut lebih buruk jika dibandingkan dengan nasional yang sebesar 2,38%.
BACA JUGA: OJK Cabut Izin Usaha PT Bank Perkreditan Rakyat Kencana
Sementara itu, pada sektor Lembaga Keuangan Mikro (LKM) posisi 30 Juni 2024, membukukan penurunan kinerja jika dibandingkan posisi Desember 2023. Kondisi tersebut tercermin dari nilai Pinjaman, Ekuitas, dan Aset yang masing-masing menurun sebesar Rp47 miliar atau negatif 18,88 persen, sebesar Rp2 miliar atau negatif 1,94 persen dan sebesar Rp6 miliar atau negatif 1,76 persen. Penurunan kinerja LKM tersebut disebabkan kerugian karena Beban Operasional yang lebih tinggi dibandingkan Pendapatan Operasional. Kerugian tersebut menggerus Aset dan Ekuitas LKM. Selain itu, terdapat peningkatan rasio NPL di LKM, sehingga LKM harus membentuk pencadangan.
Ke depan, Kantor OJK Provinsi Jawa Barat akan terus mencermati dinamika perekonomian yang berkembang dan meningkatkan fungsi pengawasan terhadap lembaga jasa Keuangan, serta pelindungan kepada konsumen dan masyarakat untuk memastikan kontribusi Sektor Jasa Keuangan terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jawa Barat dapat terus terjaga.
(Usk)