BANDUNG,TM.ID: Bertumbuh besar dengan harapan agar anak menjadi individu yang baik adalah dambaan setiap orangtua. Namun, takdir kadangkala membawa kejutan, dan salah satu yang tidak diinginkan adalah ketika anak tumbuh menjadi pelaku kasus bullying. Situasi ini tidak hanya merugikan korban, tetapi juga menciptakan ketidakseimbangan sosial yang dapat berdampak jangka panjang.
Artikel ini akan membongkar akar masalah mengapa anak bisa menjadi pelaku kasus bullying dan menyajikan solusi untuk mengatasinya. Mari kita jelajahi bersama faktor-faktor yang mungkin memicu perilaku ini dan langkah-langkah yang dapat diambil oleh orangtua untuk mencegahnya.
Pendidikan Orangtua yang Keliru
Gaya pendidikan orangtua memiliki dampak signifikan terhadap karakter anak. Salah satu penyebab anak menjadi pelaku kasus bullying adalah menerima perlakuan kasar dari orangtua. Meskipun tak semua kasus demikian, namun perlakuan kasar dapat meninggalkan jejak traumatis pada anak.
Orangtua perlu menyadari bahwa setiap tindakan mereka terhadap anak akan membentuk karakternya, dan perlakuan lembut adalah kunci dalam membentuk pribadi yang baik.
Mengenal Sebagai Korban
Penting bagi orangtua untuk memahami aktivitas sosial anak. Anak yang pernah menjadi korban memiliki potensi besar untuk menjadi pelaku kasus bullying. Mengidentifikasi apakah anak pernah menjadi korban perundungan di sekolah atau tempat lainnya menjadi langkah awal untuk mencegah perilaku bullying di masa depan.
Keterbatasan Empati
Kemampuan empati yang rendah pada anak bisa menjadi risiko terjadinya kasus ini. Orangtua memiliki tanggung jawab untuk mengajarkan anak tentang pentingnya empati.
Anak yang tidak merasa kasihan atau tidak memiliki rasa bersalah atas tindakannya berpotensi melakukan bullying terhadap yang lain. Pendidikan empati menjadi kunci untuk mengurangi risiko perilaku perundungan pada anak.
BACA JUGA: Viral! Aksi Bullying Timpa Mahasiswi UIN Jambi, Pelaku Haha-Hihi
Suasana Nyaman di Rumah
Rumah merupakan tempat perlindungan anak. Orangtua perlu menciptakan suasana yang nyaman dan aman di rumah. Anak yang tidak merasa bahagia di rumah cenderung mencari pelampiasan, dan seringkali, pelampiasan tersebut berupa perilaku perundungan. Menciptakan hubungan yang positif di rumah dapat mencegah anak merasa kesulitan dan tidak bahagia.
Perasaan Inferior
Perasaan inferior pada anak dapat muncul akibat perlakuan kurang baik dari lingkungan sekitarnya. Anak yang merasa inferior mungkin mencari cara untuk merasa superior, dan sayangnya, seringkali cara ini berupa bullying. Orangtua perlu memahami perbedaan individual anak dan memberikan dukungan agar anak merasa diterima dan dihargai.
(Kaje/Usamah)