JAKARTA,TEROPONGMEDIA.ID — Pengamat Ekonomi, Waket SDGS Center Unand, yang juga tenaga ahli perencanaan Daerah Universitas Andalas (Unand) Sri Maryati mengatakan, sisi positif dari pendekatan imperatif dalam perencanan pembangunan nasional adalah pembangunan yang dilaksanakan akan lebih fokus pada prioritas utama, pengambilan keputusan yang lebih cepat, pengelolaan risiko yang lebih baik, dan mendorong kolaborasi dan kemitraan yang lebih erat antara berbagai pemangku kepentingan di Tingkat nasional dan daerah.
Sri Maryati menyebutkan,dokumen RPJPN 2025-2045 dirancang sebagai landasan transformasi yang dapat memenuhi berbagai kebutuhan masyarakat, serta mewujudkan cita-cita Indonesia Emas 2045 untuk Indonesia yang bersatu, berdaulat, maju, dan berkelanjutan.
“Untuk itu dalam penyusunan RPJPD 2025-2045 telah diterbitkan Surat Edaran Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri PPN/ Bappenas :Nomor 600.1/176/SJ; nomor 1 Tahun 2024, yang menyatakan: “Adapun sasaran yang diharapkan dari penyelarasan RPJP Daerah dengan RPJP Nasional Tahun 2025-2045 adalah tersusunnya rencana dokumen RPJP Daerah yang berkualitas dan ‘imperatif’ yang selaras dengan RPJP Nasional tahun 2025-2045, dalam penyusunan RPJPN-RPJPD,” kata Sri Maryati kepada Teropongmedia.id,Rabu (20/11/2024).
Selanjutnya,kata Sri Maryati, dalam rangka pelaksanaan Pilkada serentak pada 27 November 2024, Pemerintah daerah diwajibkan untuk menyusun Rancangan Teknokratik RPJMD tahun 2025-2029 yang memuat data dan informasi capaian kinerja pembangunan daerah, serta rekomendasi oleh para teknokrat untuk rencana pembangunan lima tahun ke depan (tahun 2025-2029).
Sebagai panduan dan acuan bagi Pemda dalam menyusun Rancangan RPJMD Teknokratik, Kementerian Dalam Negeri telah menerbitkan Surat Menteri Dalam Negeri Nomor: 000.8.2.2/4075/Bangda Tanggal 12 Juni 2024 hal Penyusunan Rancangan Teknokratik RPJMD Tahun 2025-2029.
“Rancangan Teknokratik ini menjadi masukan dalam penyusunan RPJMD dan acuan bagi para calon kepala daerah untuk merumuskan visi, misi, dan program calon kepala daerah,” jelasnya.
Menurut dia,dalam perencanaan imperatif ini, keberadaan RPJMN Tahun 2025-2029 sangat strategis sebagai fondasi awal untuk meneruskan kemajuan bangsa dalam mencapai Indonesia Emas Tahun 2045.
“Dalam mewujudkan hal tersebut, diperlukan optimalisasi sinergi pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, penguatan kolaborasi pemerintah dengan seluruh pemangku kepentingan pembangunan, dan penguatan integrasi berbagai sumber-sumber pembiayaan Pembangunan,” ungkapnya.
Untuk itu, dokumen ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam penyusunan perencanaan pembangunan bagi Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah dan seluruh institusi pembangunan.
Dalam penyusunan RPJMD Periode 2025-2029, Pemerintah daerah harus mensinergikan atau mensikronkan perencanaan daerah dengan pemerintah yang lebih tinggi di setiap tingkatan, karena 45 sasaran pembangunan telah ditetapkan dan di-imperatif-kan, sehingga daerah harus menerima target tersebut, sementara kondisi sumberdaya keuangannya daerah masih sangat terbatas untuk membiayai Upaya pencapaian target tersebut.
“Keterbatasan kemampuan keuangan daerah menjadi salah satu tantangan dalam pencapaian target imperative yang ditetapkan oleh pemerintah pusat. Kapasitas Fiskal Daerah merupakan kemampuan pemerintah daerah untuk mengumpulkan, mengelola, dan menggunakan sumber daya finansialnya secara efektif,” ungkapnya.
Hal ini mencakup pendapatan yang diterima oleh pemerintah daerah dari berbagai sumber seperti Pendapatan Asli Daerah (misal: pajak dan retribusi daerah), dana transfer dari pemerintah pusat, serta berbagai pengeluaran untuk membiayai berbagai program dan layanan.
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2024 Tentang Peta Kapasitas Fiskal Daerah, dari 38 provinsi hanya 3 provinsi yang memiliki Rasio Kapasitas Fiskal Daerah (RKFD) sangat tinggi, dan 5 masuk pada kategori tinggi, dengan kata lain hanya 21% provinsi di Indonesia yang memiliki kemampuan keuangan daerah yang memadai. Sedangkan untuk daerah kota kabupaten yang masuk dalam kategori sangat tinggi 104 daerah dan tinggi sebanyak 70 dari 508 kabupaten/kota; atau sekitar 34,25% yang memiliki kemampuan keuangan daerah memadai.
Pada 5 Januari 2022, mulai diberlakukan UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (UU HKPD) sebagai momentum reformasi desentralisasi fiskal. Strategi implementasi kebijakan reformasi desentralisasi fiskal diterapkan melalui penguatan sistem perpajakan daerah, meminimalisasi ketimpangan vertikal dan horizontal, peningkatan kualitas belanja daerah, dan harmonisasi belanja pusat dan daerah.
Namun dengan kondisi keuangan daerah yang beragam tentunya pelaksanaan UU ini untuk mendukung implementasi perencanaan imperative bukanlah hal yang mudah. Hubungan keuangan antara pusat dan daerah pada dasarnya tidak akan terlepas dari arah dan kebijakan publik termasuk tujuan politik dalam penyelenggaran pemerintahan secara nasional.
Kebijakan yang diterapkan tidak hanya mengenai kepentingan pusat melainkan juga kepentingan daerah, sehingga semua daerah harus diberikan kesempatan untuk berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan tersebut. Penyelenggaraan desentralisasi yang efektif oleh Pemerintah Daerah dapat dilaksanakan secara optimal apabila memiliki sumber pendapatan yang proporsional dengan tanggung jawab finansial yang diberikan untuk mengelolanya.
Tantangan dalam implementasi imperatif adalah keterbatasan sumber daya keuangan daerah, yang dapat menghambat pencapaian target yang ditetapkan oleh pemerintah pusat.
BACA JUGA: Sejumlah Ruas Jalan Terdampak Pembangunan IPT, Pemkot Bandung Imbau Masyarakat Hati-hati
“Untuk itu, sangat diperlukan sinergi antara pemerintah pusat dan daerah. Dimana daerah harus menerima target yang diimperatifkan dan pemerintah di atasnya memberikan dukungan yang tepat agar target bersama tersebut dapat tercapai,” terangnya.
Dengan adanya sinkronisasi perencanaan pemerintah pusat dan pemerintah daerah, serta kolaborasi dengan semua pemangku kepentingan akan dapat dicapai optimalisasi penggunaan sumber daya yang dimiliki oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah untuk pencapaian target imperative khususnya dan tujuan pembangunan nasional pada umumnya.
(Agus Irawan/Usk)