BANDUNG,TEROPONGMEDIA.ID — Pendeta Gilbert Lumoindong dilaporkan ke Polda Metro Jaya terkait ceramahnya yang menistakan agama Islam.
Laporan tersebut seiring dengan viralnya video ceramahnya yang membandingkan ibadah zakat dan salat dalam agama Islam dengan ibadah umat Kristen.
Sebelumnya, Pendeta Gilbert telah menyampaikan permohonan maaf dan penyesalan atas pernyataannya yang ia anggap menimbulkan kegaduhan. Namun, hal tersebut tidak menghentikan laporan hukum yang terajukan terhadapnya.
Dalam video yang beredar luas, Pendeta Gilbert tampak membandingkan zakat umat Islam sebesar 2,5 persen dengan umat Kristen sebesar 10 persen.
“Saya Islam diajari bersih sebelum sembahyang, cuci semuanya. Saya bilang lu 2,5 (persen) gua 10 persen, bukan berarti gua jorok, disucikan oleh darah Yesus,” ujar Pendeta Gilbert dalam video tersebut.
Pendeta Gilbert kurang wawasan. Dalam Islam tidak hanya zakat, tapi ada infak, sedekah dan wakaf dg spektrum ibadah yg luas. Bisa kena pidana penistaan agama anda pak pendeta !! pic.twitter.com/3epp6sDjoL
— Munir (@Munir_Timur) April 13, 2024
BACA JUGA : Pendeta Gereja Ortodoks Ditikam di Altar, Ratusan Orang Bentrok di Sydney
Ia juga mengatakan bahwa zakat sebesar 10 persen membuat umatnya tidak perlu repot bergerak dalam ibadah. Pendeta Gilbert bahkan terlihat memperagakan gerakan mirip salat.
Meski telah meminta maaf, Pendeta Gilbert Lumoindong tetap dilaporkan ke Polda Metro Jaya atas kasus dugaan penistaan agama. Laporan tersebut masuk pada Selasa (16/4/2024) dan tertangani oleh Subdit Kamneg Ditreskrimum Polda Metro Jaya.
Penyelidikan rencananya akan dalam waktu dekat dengan memanggil pihak pelapor. Laporan tersebut terdaftar dengan nomor LP/B/2030/IV/2024/SPKT/Polda Metro Jaya pada 16 April 2024 dengan pelapor atas nama Farhat Abbas.
Farhat melaporkan dugaan tindak pidana penistaan agama UU nomor 1 tahun 1946 tentang KUHP sebagaimana dalam pasal 156 a KUHP yang berbunyi:
“Perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia”.
(Hafidah Rismayanti/Usk)