BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID — Pemerintah tengah menyusun aturan untuk melakukan pemungutan pajak dari hasil penjualan toko online pada platform seperti Tokopedia, Shopee, hingga TikTok Shop.
Aturan baru yang mewajibkan platform e-commerce untuk memotong pajak atas pendapatan pedagang (seller) toko online ini merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk meningkatkan penerimaan negara.
Selain untuk meningkatkan penerimaan negara, aturan ini juga dirancang untuk menciptakan kesetaraan perlakuan antara UMKM offline dan online yang menggunakan platform digital.
“Prinsip utamanya adalah untuk menyederhanakan administrasi pajak dan menciptakan perlakuan yang adil antara pelaku usaha UMKM online dan UMKM offline,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Rosmauli, Rabu (25/6/25).
Rosmauli menyampaikan, saat ini aturan tersebut masih dalam tahap penyusunan akhir dan belum dapat dipastikan kapan akan diberlakukan. Aturan ini rencananya akan diumumkan paling cepat bulan depan.
“Begitu aturannya resmi diterbitkan, kami akan sampaikan secara terbuka dan lengkap ya,” ujarnya.
Meski belum final, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sudah mulai mensosialisasikan aturan tersebut ke pihak marketplace.
Jika diberlakukan, kebijakan ini diperkirakan akan berdampak langsung pada berbagai platform besar seperti Tokopedia, Shopee, TikTok Shop, Lazada, Blibli, dan Bukalapak.
Baca Juga:
Ini Suasana Samsat Jelang Penutupan Pemutihan Pajak di Depok
Revitalisasi Teras Cihampelas Dimulai Akhir 2025, Siap Jadi Pusat UMKM dan Wisata Kota Bandung
Mengutip dari Antara pada Kamis (26/6/2025), aturan ini akan mewajibkan platform e-commerce untuk memotong pajak penghasilan (PPh) sebesar 0,5 persen kepada toko online yang memiliki omzet tahunan diatas Rp500 juta.
Kemudian, platform e-commerce diwajibkan untuk menyetorkan pengumpulan PPh tersebut kepada Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan.
Saat ini penjual yang memiliki omzet rahunan pada rentang tersebut memang sudah diwajibkan untuk membayar pajak penghasilan final sebesar 0,5 persen. Hal ini berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2018.
Namun, sistem yang berjalan saat ini masih mengandalkan pelaporan dan pembayaran mandiri oleh pelaku usaha, bukan melalui pemotongan otomatis oleh platform.
Sistem ini dinilai memiliki potensi lalai pajak yang besar karena pelaporan pajak bersifat sukarela dan bergantung pada kesadaran masing-masing pelaku usaha.
Untuk itu, dengan aturan baru ini, pemerintah berupaya meningkatkan kepatuhan pajak pelaku usaha online serta mengalihkan beban administrasi pemotongan pajak kepada platform e-commerce.
Jika aturan ini berlaku, harga barang di online shop diperkirakan akan naik karena penjual menanggung biaya pajak yang harus disertorkan ke platform.
(Raidi/Aak)