BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID — Pemerintah segera merampungkan Peraturan Presiden (Perpres) tentang perlindungan anak dari game online demi merespons marak kriminalitas seperti kekerasan, pornografi, pelecehan seksual, dan perundungan anak-anak akibat pengaruh game online.
Sementara Psikolog Stenny Prawitasari menilai game seperti itu berisiko mempengaruhi kesehatan mental dan emosional anak-anak.
“Game seperti Free Fire mengandung adegan kekerasan yang intens, termasuk pertempuran dan penggunaan senjata. Bermain game semacam ini secara berulang dapat membuat anak-anak mungkin menjadi kurang peka terhadap konsekuensi nyata dari tindakan kekerasan,” katanya.
Ia menjelaskan bahwa beberapa penelitian menunjukkan korelasi antara bermain game dan peningkatan agresi pada anak-anak.
Dalam lingkungan yang kompetitif seperti game bergenre battle royale, anak-anak lebih rentan terhadap perilaku agresif, seperti berkata kasar atau mengekspresikan kemarahan saat kalah dalam permainan.
Game tersebut juga dapat menyebabkan keterlambatan dalam perkembangan keterampilan sosial dan kemampuan berkomunikasi anak-anak.
Stenny mengatakan, pemerintah perlu memberikan perhatian yang lebih serius terhadap permasalahan dampak game online pada anak-anak.
Hal ini memerlukan upaya untuk memperketat regulasi dan aturan yang mengatur penggunaan game online, khususnya bagi kalangan anak-anak.
“Pembatasan akses dan pengawasan terhadap konten game yang mengandung kekerasan dan tidak sesuai dengan usia anak perlu diperkuat untuk melindungi generasi mendatang dari potensi dampak negatif,” katanya.
Psikolog Anak, Dr. Mira Setyawati, juga menyampaikan pandangannya mengenai dampak game online terhadap perkembangan anak.
“Selain meningkatkan agresivitas, game yang mengandung kekerasan dapat mempengaruhi pola tidur anak. Anak-anak yang bermain game hingga larut malam sering kali mengalami masalah tidur, yang pada gilirannya dapat mempengaruhi konsentrasi dan kinerja akademik mereka,” ujarnya.
Dr. Mira juga menambahkan bahwa game dengan konten kekerasan dapat menciptakan kecenderungan isolasi sosial. “Anak-anak yang terlalu sering bermain game cenderung menghabiskan lebih sedikit waktu untuk berinteraksi dengan teman sebaya dan keluarga, yang penting untuk perkembangan sosial mereka,” jelasnya.
Menurut Dr. Mira, orang tua memiliki peran penting dalam mengawasi dan membatasi waktu bermain game anak-anak mereka. “Orang tua harus memastikan bahwa anak-anak mereka tidak hanya terpapar pada aktivitas yang bersifat virtual tetapi juga memiliki waktu yang cukup untuk beraktivitas fisik dan berinteraksi secara sosial,” katanya.
Ia mengusulkan agar orang tua memberikan alternatif kegiatan yang menarik bagi anak-anak untuk mengurangi ketergantungan pada game. “Mendorong anak untuk terlibat dalam olahraga, seni, atau kegiatan luar ruangan lainnya dapat membantu menyeimbangkan waktu mereka dan meminimalisir dampak negatif dari bermain game,” tambahnya.
Dengan meningkatnya kekhawatiran tentang dampak negatif game online, baik Dr. Mira maupun Psikolog Stenny sepakat bahwa kolaborasi antara pemerintah, pendidik, dan orang tua sangat penting. “Diperlukan pendekatan yang komprehensif untuk mengatasi masalah ini, termasuk pendidikan yang tepat tentang penggunaan teknologi dan game secara sehat,” kata Dr. Mira.
BACA JUGA:Wulan Guritno Merasa Jadi Korban Tahunya Game Online Berujung Dicolek Polisi
Mereka berharap bahwa dengan regulasi yang lebih ketat dan kesadaran yang meningkat di kalangan orang tua dan masyarakat, dampak negatif dari game online pada anak-anak dapat diminimalisir. “Kita semua bertanggung jawab untuk memastikan bahwa generasi muda tumbuh dalam lingkungan yang aman dan mendukung perkembangan mereka secara optimal,” pungkas Dr. Mira.
(Mahendra/Usk)