Pasca Bentrokan Antar Oknum, Sukahaji Kini Kembali Sunyi

Penulis: Rizky

Pasca Bentrokan Antar Oknum, Sukahaji Kini Kembali Sunyi
Pasca Kebakaran di Sukahaji Kecamatan Babakan Ciparay Kota Bandung (Kyy/TM)
[galeri_foto] [youtube_embed]

Bagikan

BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID — Kesunyian Gang Satata Sariksa yang tampak biasa saja pada hari ini, Rabu (23/4/2025). Tersimpan cerita tentang perpecahan, konflik narasi, dan kegelisahan yang belum benar-benar reda. Gang yang bertempat di Sukahaji Kecamatan Babakan Ciparay Kota Bandung belum lama ini menjadi sorotan, setelah muncul pemberitaan yang menyebut adanya ketegangan antarwarga.

Salah seorang warga setempat yang enggan disebutkan namanya menjelaskan suasana sudah jauh dari kata genting. Tidak ada kerumunan, tidak ada aparat, dan tidak tampak jejak amarah di jalan-jalan sempit yang membelah kawasan permukiman itu.

Waega tersebut mengungkapkan dari balik tembok dan pintu rumah-rumah warga, masih menyisakan cerita yang menyayat, tentang kesalahpahaman yang tumbuh liar, dan tentang warga-warga yang merasa telah dipelintir dalam pemberitaan.

Baca Juga:

Bentrok Sukahaji, Wali Kota Bandung Minta Semua Pihak Tempuh Jalan Musyawarah

Wali Kota Bandung Prihatin atas Bentrokan di Sukahaji, Imbau Semua Pihak Tahan Diri

Menurutnya, konflik bermula dari perbedaan pandangan antara dua kelompok warga, kelompok warga lama yang sudah tinggal di kawasan itu selama puluhan tahun, dan kelompok pendatang yang menetap dalam beberapa tahun terakhir. Isu bermula dari rencana pemanfaatan ulang lahan yang sebelumnya ditempati oleh sejumlah keluarga.

“Warga lama sebenarnya sudah ikhlas, sudah menerima keputusan apapun yang akan dilakukan pada lahan itu,” kata seorang pria yang enggan disebutkan namanya tersebut, Rabu (23/4/2025).

Pria tersebut berbicara dengan suara pelan namun penuh tekanan emosional.

“Tapi warga pendatang, mereka keras, menolak. Mereka bilang itu hak milik mereka, tidak boleh disentuh,” ucapnya.

Menurutnya, konflik yang semula hanya bersifat perbedaan pendapat itu berubah menjadi ketegangan saat beberapa pihak mulai memanfaatkan media sosial untuk membentuk narasi sepihak.

Dalam berbagai unggahan, muncul tudingan warga asli lah yang tidak menerima keputusan pemerintah. Bahkan, beredar kabar seolah-olah warga asli yang memulai gesekan.

“Padahal kenyataannya, kami sudah menerima hampir 90 persen. Cuma karena mereka, pendatang yang lebih vokal, lebih banyak bicara di medsos, narasi kami tertutup, kami yang legowo justru dianggap menolak. Kami yang diam malah dibilang menekan,” ujarnya.

Dirinya mengungkapkan kisah ini menjadi refleksi dari bagaimana konflik sosial dapat digiring oleh persepsi yang dibentuk secara masif, bukan oleh fakta lapangan.

“Di era digital, suara yang lebih keras kerap dianggap mewakili kebenaran. Dan dalam kasus ini, warga lama merasa kehilangan ruang untuk menyampaikan kisah versi mereka,” katanya.

Selain itu, pria tersebut menambahkan isu ini bahkan menyeret nama-nama pejabat tinggi. Gubernur dan Wali Kota dikabarkan sempat dimarahi oleh pihak-pihak tertentu karena dianggap tidak mampu mengelola dinamika sosial tersebut.

Isu pun melebar, dari konflik lahan menjadi perdebatan tentang kepemimpinan, kebijakan tata ruang, hingga kepentingan politik lokal.

Namun, menurutnya yang kerap terlupakan dalam hiruk-pikuk tersebut adalah nasib warga kecil yang tinggal di tengah pusaran konflik tersebut. Mereka yang rumahnya menjadi medan tarik ulur kepentingan, mereka yang setiap harinya harus hidup dalam bayang-bayang konflik yang tak mereka mulai.

Dirinya pun mengungkapkan hari ini, Rabu (23/4/2025) tidak ada lagi keributan. Tidak ada lagi orasi. Tidak tampak satu pun aparat berjaga. Gang Satata Sariksa kembali sunyi. Namun, luka di hati sebagian warganya masih terasa dalam.

“Kita warga asli masih menunggu keadilan, bukan dalam bentuk keputusan hukum semata, melainkan keadilan narasi, kesempatan untuk bercerita tanpa dipotong, diputarbalikkan, atau diabaikan,” ungkapnya.

Pria tersebut pun menyampaikan cerita disini adalah pengingat, dalam setiap konflik sosial, ada lebih dari sekadar pihak yang menang dan kalah. Ada manusia, ada perasaan, ada hak untuk didengar secara utuh.

“Dan tugas kita sebagai masyarakat, termasuk media dan warganet adalah tidak hanya mencari kebenaran, tapi juga mendengarkan semua sisi cerita,” pungkasnya.

(Kyy/Usk)

Baca berita lainnya di Google News dan Whatsapp Channel
Berita Terkait
Berita Terkini
thumb-small-R0010072_2022-01-24_11-25-22_screenshot
Ricoh Theta A1, Kamera 360 Profesional untuk di Medan Ekstrem
Jasad Bayi di SCBD
Jasad Bayi Laki-Laki Ditemukan Petugas Kebersihan di Kawasan SCBD
Mobil dinas busway
Menyoal Polisi Hormat ke Mobil Dinas Penerobos Busway, Polda Metro: Anggota Saya Fokus ke Kemacetan
Cacing Hati Hewan Kurban
Waspadai Cacing Hati pada Hewan Kurban, Ini Penjelasan Pakar UNAIR
Penemuan mayat
Warga Batam Digegerkan Penemuan Mayat di Bawah Jembatan Barelang
Berita Lainnya

1

Empat Perusahaan Tambang Nikel di Raja Ampat Langgar Aturan Lingkungan Hidup

2

Legislator Kritik Keras Penambangan Nikel Raja Ampat Papua Barat Daya, Melanggar Regulasi!

3

Sejarah Kelam Jam Malam, dari Abad Kegelapan hingga Era Dedi Mulyadi

4

Pengabdian Kepada Masyarakat – UNIBI TALK: Storytelling sebagai Cara Membentuk Personal Branding yang Autentik dan Konsisten Melalui Media Sosial Instagram

5

Link Live Streaming Timnas Indonesia vs China Kualifikasi Piala Dunia 2026 Selain Yalla Shoot
Headline
sapi menangis saat kurban
Kenapa Sapi Menangis Saat Kurban? Cek Jawabannya
Waspada Varian Baru Covid-19, Dinkes Kota Bandung Siagakan RS dan Laboratorium
Waspada Varian Baru Covid-19, Dinkes Kota Bandung Siagakan RS dan Laboratorium
Presiden Prabowo Subianto Serahkan Sapi untuk Masjid Al Ukhuwah Bandung
Presiden Prabowo Subianto Serahkan Sapi 1,2 Ton untuk Masjid Al Ukhuwah Bandung
Prabowo Bersyukur Timnas Indonesia Kalahkan China
Bersyukur Timnas Indonesia Kalahkan China, Prabowo Berharap Bisa Berlaga di Piala Dunia

Dapatkan fitur lebih lengkap di aplikasi Teropong Media.