JAKARTA, TEROPONGMEDIA.ID — Isu transfer data pribadi Warga Negara Indonesia (WNI) ke Amerika Serikat (AS), yang disebut menjadi salah satu poin dalam negosiasi penurunan tarif resiprokal menjadi 19 persen, menuai berbagai tanggapan pihak, salah satunya anggota Komisi I DPR RI, TB Hasanuddin.
Ia mengingatkan transparansi dan kewaspadaan pemerintah dalam menjalin kerja sama dagang dengan AS, khususnya yang menyangkut data pribadi warga negara.
Ia menilai, publik berhak memperoleh informasi secara jelas mengenai bagaimana data pribadi WNI akan dikelola dalam kerja sama tersebut. Ia mengingatkan bahwa data pribadi merupakan bagian dari hak milik individu yang dilindungi oleh konstitusi.
“Menurut UUD 1945 pasal 28H ayat 4 bahwa, ‘Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapa pun’. Jadi tidak boleh sembarangan soal data pribadi,” ujar Hasanuddin, Kamis (24/7/2025).
Politikus PDI-P itu juga menyoroti aturan dalam Pasal 56 ayat (2) Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP) yang menyatakan bahwa pemindahan data pribadi ke luar negeri hanya diperbolehkan jika negara tujuan memiliki sistem pelindungan hukum yang setara atau lebih tinggi dibandingkan dengan Indonesia.
BACA JUGA:
Data Pribadi Warga RI Dikelola AS, Istana: untuk Kebutuhan Komersial
Data Pribadi Warga RI Dikelola AS, Kesepakatan Tarif Trump-Prabowo Apakah Setimpal?
“UU PDP kita itu setara dengan aturan komprehensif GDPR Uni Eropa. AS belum memiliki aturan komprehensif serupa, ini tentunya berpotensi melanggar UU,” ucapnya.
Tak hanya itu, Hasanuddin mengingatkan bahwa hingga saat ini, pemerintah belum mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) yang mengatur teknis pelaksanaan transfer data ke luar negeri, sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 56 ayat (3) UU PDP.
“Hingga saat ini PP yang dimaksud belum ada. Jadi seperti apa peraturan turunannya belum lengkap,” tegasnya.
Oleh karena itu, ia mendesak pemerintah untuk bersikap hati-hati dan tidak membuka akses data pribadi WNI kepada negara lain sebelum ada kepastian hukum dan perlindungan maksimal terhadap hak warga negara.
Respons Pemerintah
Terkait isu ini, Presiden Prabowo Subianto turut memberikan pernyataan. Ia menegaskan bahwa Indonesia masih berada dalam tahap negosiasi dengan pihak AS mengenai klausul kerja sama tersebut.
Sementara itu, Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO), Hasan Nasbi, menyatakan bahwa kontrol terhadap data pribadi WNI tetap berada di tangan pemerintah Indonesia. Ia menjelaskan bahwa pertukaran data yang ramai dibahas hanya akan dilakukan secara terbatas untuk tujuan pengawasan terhadap komoditas tertentu, termasuk yang berkategori “dual use”, yang menurutnya penting tetapi juga rentan disalahgunakan.
Hasan memastikan bahwa kerja sama tersebut semata-mata bersifat komersial dan bukan untuk menyerahkan kendali atas data WNI ke pihak asing. “Data WNI tidak dikendalikan penuh oleh pihak asing,” ujarnya.
Penjelasan dari DEN
Di sisi lain, Wakil Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Mari Elka Pangestu, menjelaskan bahwa pemerintah AS tidak meminta untuk dikecualikan dari ketentuan hukum Indonesia terkait pelindungan data pribadi.
“Yang diminta adalah kepastian terkait mekanisme dan prosedur kebolehan transfer data pribadi ke luar wilayah Indonesia,” ujarnya.
Mari menjelaskan bahwa UU PDP Indonesia sejatinya memang mengizinkan pemindahan data pribadi ke luar negeri, termasuk ke AS, selama memenuhi syarat tertentu. Ketentuan ini juga sejalan dengan norma dan praktik internasional seperti General Data Protection Regulation (GDPR) milik Uni Eropa.
“Sehingga, baik ada maupun tanpa adanya negosiasi dengan pihak mana pun, hukum Indonesia dan praktik global memang membuka ruang bagi transfer data pribadi lintas negara, asalkan mematuhi ketentuan yang telah ditetapkan. Permintaan ‘kepastian’ dari AS pada dasarnya menyangkut perlunya prosedur yang jelas dan pasti dalam melakukan transfer data tersebut—yang tengah disiapkan melalui Peraturan Pemerintah (PP) sebagai aturan turunan dari UU PDP, dan kini berada pada tahap finalisasi,” jelasnya.
Sebagai penegasan, Mari memastikan bahwa tidak ada penyerahan data pribadi warga negara kepada pihak asing.
“Dan Amerika Serikat tidak meminta pengecualian terhadap peraturan yang berlaku terkait data pribadi,” ujarnya.
(Saepul)