JAKARTA,TM.ID: Kementerian Agama (Kemenag) berencana Kantor Urusan Agama (KUA) dijadikan tempat pelayanan pencatatan perkawinan semua agama. Sontak, Hal itu menuai banyak sorotan.
Menanggapi hal itu, Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Ahmad Tholabi Kharlie menilai, esensi Kemenag sebagai organisasi negara yang melayani seluruh umat dapat direalisasikan dengan rencana tersebut.
“Ini gagasan out of the box namun sangat rasional karena sejatinya Kemenag adalah kementerian untuk semua agama. Dari sisi ide patut didukung,” kata Tholabi dalam keteranggannya, dikutip Senin (26/2/2024).
Dia mencatat, konsolidasi aturan melalui berbagai aspek, baik regulasi, organisasi, maupun kemampuan sumber daya manusia (SDM) harus dimatangkan.
Misalnya dari sisi regulasi, eksplisit maupun implisit masih menempatkan pencatatan perkawinan di dua klaster, yakni pencatatan perkawinan untuk Muslim dan pencatatan perkawinan bagi non Muslim.
“Soal regulasi membutuhkan energi yang tidak ringan. Seperti di UU Nomor 32 Tahun 1954 tentang Penetapan UU Nomor 22 Taun 1946 tentang Pencatatan Nikah, Talak, dan Rujuk, UU Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, PP Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Peraturan Menteri Agama Nomor 20 Tahun 2019 tentang Pencatatan Pernikahan, dan PMA Nomor 34 Tahun 2016 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Urusan Agama (KUA),” ujar Wakil Rektor Bidang Akademik UIN Jakarta ini.
BACA JUGA: Pengumuman Hasil Seleksi PPIH Arab Saudi 1445 H Diundur, Ada Apa?
Tholabi mengingatkan, gagasan tersebut dipastikan berdampak pada persinggungan dengan kementerian dan lembaga lainnya seperti dalam urusan koordinasi dan harmonisasi, baik dari sisi regulasi maupun pemindahan beban kerja antar instansi.
“Jadi tidak sekadar urusan regulasi, tapi harus melakukan penyamaan persepsi antar kementerian dan pelaksana teknis di lapangan,” kata dia.
Tholabi juga menyoroti tentang satuan kerja yang membidangi masalah KUA, yakni Direktorat Bina KUA dan Keluarga Sakinah yang berada di bawah Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam.
Ia menilai, perihal penyesuaian organisasi di internal kementerian tidak begitu krusial.
“Saya kira, jika urusan internal organisasi di Kementerian Agama tidak terlalu rumit, tinggal reposisi dan membuat payung hukum saja,” ungkap Tholabi.
Di aspek lainnya, kata dia, soal kesiapan SDM di lapangan yang mesti dilakukan dalam bentuk peningkatan kapasitas dan pengetahuan demi pelayanan yang prima kepada masyarakat.
“SDM adalah garda terdepan dalam pelayanan di bidang keagamaan, khususnya soal pencatatan perkawinan,” ujar Pengurus Pusat Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN) tersebut.
(Dist)