JAKARTA, TEROPONGMEDIA.ID — Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan Partai Buruh mengungkap gelombang kedua Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) diperkirakan akan melanda tiga bulan ke depan, dengan potensi korban mencapai 50 ribu buruh.
Presiden KSPI dan Partai Buruh, Said Iqbal mengatakan gelombang ini terjadi akibat kebijakan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump yang menaikan tarif impor barang, termasuk dari Indonesia, hingga 32 persen.
Kebijakan ini membuat produk ekspor Indonesia jadi lebih mahal dan kurang kompetitif di pasar Amerika. Presiden KSPI dan Partai Buruh, Said Iqbal.
BACA JUGA:
Asmindo: Kebijakan Tarif Resiprokal AS Berpotensi Sebabkan PHK di Industri Mebel Indonesia
Presiden KSPI Sebut 60 Ribu Buruh Di-PHK, Tak Semua Dapat Pesangon dan THR
“Akibatnya, permintaan turun, produksi dikurangi, dan perusahaan mulai merencanakan PHK,” kata Iqal dikutip Senin (7/4/2025).
Sementara itu, industri yang paling terdampak adalah tekstil, garmen, sepatu elektronik, makanan-minuman, sawit, karet, dan tambang, khususnya yang mengandalkan ekspor ke AS.
Tak hanya itu, perusahaan asing di sektor-sektor ini bahkan mulai mempertimbangkan untuk pindah ke negara lain seperti Bangladesh atau India yang tidak terkena tarif.
Namun, tidak semua investor akan hengkang, investor dari Taiwan, Kores, dan Hongkong diperkirakan akan bertahan meski bisa jadi mereka akan memproduksi dengan merek lain.
KSPI dan Partai Buruh mendesak pemerintah untuk segera bertindak. Mereka mengusulkan pembentukan Satgas PHK dan mendorong renegoisasi dagang .
Iqbal juga meminta pemerintah mencabut Peremendag No 8 Tahun 2023 yang dinilai membuka keran impor terlalu lebar.Jika tidak, pasar dalam negeri bisa dibanjiri produk kurah dari luar negeri, membuat industri lokal semakin terpuruk dan PHK makin meluas.
“Kalau pemerintah tak segera bertindak, Indonesia bukan cuma kehilangan pekerjaan, tapi juga kehilangan kedaulatan industri,” jelasnya.
Salah satu caranya adalah dengan mengganti bahan baku seperti menggunakan kapas dari AS, untuk menurunkan tarif.
(Agus Irawan/Usk)