Kontroversi Fatwa MUI Larangan Salam Lintas Agama

Penulis: Vini

Larangan Salam lintas agama
Larangan Salam lintas agama. ilustrasi (istockphoto)
[galeri_foto] [youtube_embed]

Bagikan

BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID — Beberapa hari kebelakang, larangan salam lintas agama, menyita perhatian publik, serta mengundang beragam kontroversi.

Komisi fatwa MUI yang menyatakan bahwa ucapan salam ialah bagian dari doa yang mengandung unsur ibadah. Hal tersebut, yang menjadikannya tidak boleh dicampur adukan dengan agama lain

Masyarakat Indonesia, termasuk acara resmi kenegaraan, salam lintas agama ini sudah umum di praktekan.

Keberagaman Pemikiran Muslim

Fatwa MUI ini adalah bagian dari keragaman pemikiran dalam komunitas muslim. Keberagaman ini tidak dapat dihindari dan telah diklasifikasikan oleh beberapa sarjana muslim.

Misalnya, Abdullah Saeed membagi pemikiran Islam menjadi enam klasifikasi: tradisional, puritan, politik, keras, sekuler, dan progresif.

Sementara itu, Ayubi membagi tipologi muslim menjadi lima: Simplistic Muslim (muslim KTP), Mutadayyin Muslim (muslim yang taat), Islamic Modernist (muslim yang mendukung pembaharuan Islam), Salafisme (muslim yang selalu merujuk pada Al-Qur’an dan kehidupan awal muslim), dan Fundamentalisme (serupa dengan Salafisme tetapi cenderung radikal).

Perbedaan Pendapat Mengenai Salam Lintas Agama

Melansir kemenag, dalam konteks fatwa terkait larangan salam lintas agama, perbedaan pendapat juga terjadi.

Kementerian Agama, melalui Dirjen Bimas Islam Kamarudin Amin, berpendapat bahwa salam lintas agama adalah praktik yang dapat mendorong kerukunan umat.

Menurutnya, menebar damai sebagai ajaran substantif semua agama dapat dilakukan melalui salam lintas agama.
Salam dan ucapan hari raya, menurut Amin, tidak berpengaruh terhadap akidah, melainkan merupakan bentuk penerimaan dan penghormatan terhadap keberagaman.

Kelompok Legal Eksklusif dan Substantif Inklusif

Perbedaan pendapat di kalangan muslim adalah hal yang biasa. Meskipun Saeed dan Ayubi merinci beragam pemikiran muslim, secara garis besar, dapat dikelompokkan ke dalam dua kelompok besar, yaitu kelompok legal eksklusif (cenderung tekstual) dan substantif inklusif (cenderung kontekstual).

Terkait salam lintas agama, kalangan yang melarang bisa jadi masuk dalam kelompok legal eksklusif, menafsirkan pesan agama hanya dari teks.

Bagi mereka, salam adalah bagian dari ibadah yang hanya boleh dilakukan dengan bahasa tertentu dan kepada kelompok tertentu.

Sebaliknya, kalangan substantif inklusif membolehkan bahkan menganjurkan pengucapan salam berbagai agama.

Mereka percaya bahwa secara substantif, salam berbagai agama memiliki kesamaan, yakni mendoakan kebaikan bagi semua orang. Bahasa dan cara pengucapannya saja yang berbeda antara satu dan lainnya.

Pertentangan Agama dan Harmoni

Pendekatan pertama menunjukkan adanya pertentangan antara agama dan harmoni, di mana menjaga sakralitas agama harus dilakukan dengan mengesampingkan aspek harmoni.

Larangan salam lintas agama dapat dilihat sebagai hambatan dalam mewujudkan harmoni, karena memperkuat identitas agama sendiri dapat mengarah pada sikap eksklusif.

Sebaliknya, pendekatan kedua menunjukkan bahwa tidak ada pertentangan antara agama dan harmoni. Mewujudkan harmoni antar agama yang berbeda justru menjadi bagian dari ekspresi keagamaan itu sendiri.

Menjaga Harmoni dan Kemanusiaan

Banyak sarjana muslim seperti Abdurrahman Wahid, Nurcholish Madjid, dan Azyumardi Azra, menyerukan keberislaman yang mengedepankan aspek kemanusiaan.

Mereka percaya bahwa tujuan utama agama adalah mewujudkan kemanusiaan, dan salah satu cara mewujudkan harmoni adalah dengan mengucapkan salam berbagai agama.

Ini menunjukkan bahwa Islam, sebagai agama mayoritas di Indonesia, mengakui keberadaan agama lain.

Upaya berlebihan untuk menjaga sakralitas agama bisa mengesampingkan tujuan utama agama itu sendiri.

BACA JUGA: Soal Syuara Diartikan Pemusik, Ketua MUI Tegaskan Perlu Adanya Kajian Lebih Cermat

MUI sudah mengeluarkan fatwa larangan salam lintas agama. Namun, MUI bukanlah satu-satunya lembaga yang merepresentasikan otoritas keberagamaan umat Islam di Indonesia.

Mengenai hal ini, pengkajian yang tidak mengesampingkan tujuan utama agama yaitu keselamatan, kedamaian, dan keadilan.

 

(Virdiya/Aak)

Baca berita lainnya di Google News dan Whatsapp Channel
Berita Terkait
Berita Terkini
Cibogo Horse Festival - Dok Humas Jabar
Cibogo Horse Festival 2025: Warisan Budaya Berkuda Masyarakat Sumedang
Polisi Bongkar Modus Ketua Perbakin Purbalingga Jual Ribuan Amunisi via Online
Polisi Bongkar Modus Ketua Perbakin Purbalingga Jual Ribuan Amunisi via Online
62 Jiwa 15 Rumah dan Pondok Pesantren di Garut Terdampak Banjir
62 Jiwa, 15 Rumah dan Pondok Pesantren di Garut Terdampak Banjir
Desa Karangligar
Desa Karangligar Jadi Langganan Banjir, Rumah Panggung Jadi Solusi
IKN
CEK FAKTA: Program Transmigrasi ke IKN
Berita Lainnya

1

Link Live Streaming Byon Combat Showbiz Vol.5 Selain Yalla Shoot

2

Ida Fauziyah: PKB Lahir dari Rahimnya NU

3

CEK FAKTA: Pangeran Arab Terbangun Setelah 20 Tahun Koma

4

Remu Suzumori Masuk Daftar 7 Aktris Paling Sukses di Jepang

5

Disnaker Kota Bandung Genjot 800 Pelatihan Gratis untuk Warga, Langkah Strategis Turunkan Pengangguran
Headline
Gunung Ili Lewotolok Erupsi
Waspada, Gunung Ili Lewotolok Erupsi, Masyarakat Tidak Beraktivitas Radius 2 Km
Marc Marquez Tak Pasang Target Tinggi Bersama Ducati di MotoGP 2025
Kembali dari Gravel, Marquez Puncaki FP1 MotoGP Belanda di Tengah Ancaman Cedera
Sebuah Mobil Terperosok di Jalan Gentong Arah Tasikmalaya
Sebuah Mobil Terperosok di Jalan Gentong Arah Tasikmalaya
Hujan Deras Akibatkan Debit Air Cimanuk Garut Naik
Hujan Deras Akibatkan Debit Air Cimanuk Garut Naik

Dapatkan fitur lebih lengkap di aplikasi Teropong Media.