JAKARTA, TM.ID : Fenomena January Effect diharapkan memicu kenaikan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia (BEI) pada awal tahun baru 2023 ini.
IHSG dibuka melemah 8,51 poin atau 0,12 persen ke posisi 6.842,11. Sementara kelompok 45 saham unggulan atau indeks LQ45 turun 1,81 poin atau 0,19 persen ke posisi 935,37.
“Ekspektasi pelaku pasar yang lebih positif di awal tahun akan pertumbuhan ekonomi yang lebih positif di 2023, diharapkan dapat memberikan peluang January Effect. IHSG berpeluang bergerak pada level 6.780-7.128,” tulis Tim Riset Lotus Andalan Sekuritas dalam kajiannya di Jakarta, Senin (2/1/2023).
Dikutip dari emtrade.id, January Effect adalah sebuah tren dalam pasar saham yang berangkat dari optimisme investor bahwa bulan Januari membuka peluang profit. January Effect biasanya ditandai oleh IHSG yang cenderung menguat mengingat sebagian besar harga saham mengalami kenaikan dibandingkan bulan lain.
Wall Street menutup akhir tahun 2022 dengan penurunan pada ketiga indeks utama. Dow Jones Industrial Average turun 0,22 persen menjadi 33.147,25, S&P melemah 0,25 persen menjadi 3.839,50, dan Nasdaq Composite terkoreksi 0,11 persen menjadi 10.466,88.
Wall Street mengakhiri penurunan tajam selama setahun yang didorong oleh kenaikan suku bunga yang agresif untuk menekan inflasi, kekhawatiran resesi, perang Rusia-Ukraina, dan meningkatnya kekhawatiran atas kasus COVID-19 di China.
Indeks S&P 500 telah turun 19,4 persen tahun ini. Nasdaq yang padat teknologi melemah 33,1 persen, sedangkan Dow Jones Industrial Average terkoreksi 8,9 persen.
Di sisi lain, The Fed telah menaikkan suku bunga acuan sebesar 425 basis poin (bps) sepanjang Maret-Desember 2022, dan saat ini berada di level 4,25 persen – 4,5 persen.
The Fed menaikkan suku bunga acuan untuk meredam inflasi, yang timbul akibat kenaikan harga komoditas, imbas dari konflik Rusia-Ukraina.
BACA JUGA: Dibayangi Isu Resesi Dunia, Sri Mulyani Pede Kinerja Pasar Modal Indonesia akan Bagus di 2023
Per November 2022, inflasi AS tercatat 7,1 persen, dan merupakan inflasi terendah sepanjang tahun 2022. Meskipun berkurangnya tekanan inflasi di AS, pelaku pasar melihat peluang 65 persen The Fed menaikkan suku bunga 25 bps pada pertemuan Februari.
Selanjutnya, fokus investor tertuju ke prospek pendapatan perusahaan pada 2023.
Sementara itu, bursa ekuitas Eropa mengakhiri tahun terburuk mereka sejak 2018, karena konflik geopolitik Rusia-Ukraina, inflasi tinggi, dan pengetatan kebijakan moneter memukul aset berisiko di seluruh dunia.
Perekonomian di seluruh dunia pada 2022 masih mencoba keluar dari pandemi COVID-19, dengan penguncian atau lockdown yang terus terjadi di China.
Perekonomian 2022 Eropa dibayang-bayangi oleh krisis biaya hidup yang timbul dari melonjaknya tagihan energi dan pengetatan kebijakan moneter bank sentral global untuk mengendalikan inflasi.
Dari regional Asia, bursa saham kawasan masih tutup karena libur Tahun Baru.
(Budis)