JAKARTA, TEROPONGMEDIA.ID — Pemerintah Indonesia menegaskan kasus kontaminasi zat radioaktif Cesium-137 (Cs-137) pada produk udang hanya terbatas di Kawasan Industri Modern Cikande, Kabupaten Serang, Banten, dan tidak menyebar ke rantai pasok nasional maupun ekspor.
Penegasan ini disampaikan Menteri Koordinator Bidang Pangan sekaligus Ketua Satgas Penanganan Kerawanan Bahaya Radiasi Cs-137, Zulkifli Hasan, usai memimpin rapat koordinasi di Jakarta, Selasa (30/9/2025).
“Berdasarkan hasil investigasi Satgas yang dilakukan secara ilmiah dan standar internasional, kontaminasi Cs-137 hanya terjadi di Cikande, tidak pada rantai pasok nasional maupun ekspor,” tegas Zulkifli yang akrab disapa Zulhas.
Pemerintah telah menetapkan status Kejadian Khusus untuk kawasan industri tersebut guna mempermudah proses dekontaminasi.
Zulhas juga menjamin mekanisme pengawasan mutu hasil perikanan tetap berjalan dengan prinsip kehati-hatian, transparansi, dan akuntabilitas, guna menjaga kepercayaan pasar global.
Sebagai bagian dari langkah pencegahan, pemerintah telah melakukan re-ekspor terhadap 14 kontainer scrap besi yang terdeteksi mengandung Cs-137 dari Pelabuhan Tanjung Priok. Sebanyak sembilan kontainer tambahan asal Filipina juga akan segera dikembalikan.
“Kalau kontainernya masuk muatannya udang, itu bisa tercemar udangnya. Nanti muat apa lagi, itu kan berbahaya,” jelas Zulhas mengenai langkah pencegahan tersebut.
Staf Ahli Kemenko Pangan, Bara Khrishna Hasibuan, mengungkapkan bahwa sumber kontaminasi diduga berasal dari pabrik baja PT Peter Metal Technology (PMT) di kawasan yang sama.
BACA JUGA
Diduga Cemarkan Zat Radioaktif ke Udang Beku, KLH Segel PT PMT
Kontaminasi bersifat airborne dan terbawa angin hingga ke fasilitas pengemasan udang PT Bahari Makmur Sejati (BMS) yang berjarak kurang dari dua kilometer.
Temuan ini menjelaskan mengapa paparan Cs-137 ditemukan tidak hanya pada kemasan udang, tetapi juga pada kontainer yang digunakan.
Pemerintah terus berkoordinasi dengan pihak internasional, termasuk pemerintah Amerika Serikat dan Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA), untuk memastikan transparansi dalam penanganan kasus ini.
(Aak)