JAKARTA,TM.ID: Direktur Bioenergi Ditjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Edi Wibowo, mengatakan bioavtur memiliki permintaan domestik dan pasar internasional yang tinggi. Selain itu, Indonesia memiliki potensi dan alternatif bahan baku domestik di dalam negeri.
Pengembangan bahan bakar penerbangan berkelanjutan atau sustainable aviation fuel (SAF) memiliki potensi yang tinggi di Indonesia. Namun demikian, pengembangan bioavtur tersebut memiliki sejumlah tantangan.
“Pengembangan bioavtur juga mendapat dukungan kebijakan pemerintah dan global untuk penggunaan SAF sebagai bahan bakar rendah karbon,” kata Edi dalam Focus Group Discussion bertajuk “Biodiesel dan Bahan Bakar Penerbangan Berkelanjutan di Indonesia” yang digelar oleh Institute for Development of Economics and Finance (Indef) di Jakarta seperti Teropongmedia kutip dari Antara, Rabu (13/12/2023).
BACA JUGA: Maskapai Garuda Indonesia Mulai Gunakan Bioavtur dalam Penerbangan Komersil
Lebih lanjut Dia mengatakan, pemerintah berupaya mengembangkan peta jalan bioavtur untuk penerbangan komersial. Hal itu diharapkan dapat mendorong produksi bioavtur dalam skala industri dengan harga keekonomian yang terjangkau.
Namun demikian, pengembangan bioavtur memiliki sejumlah tantangan, yaitu:
- Terbatasnya ketersediaan jumlah dan jenis bahan baku untuk produksi SAF Bahan baku untuk bioavtur tersebut juga digunakan untuk bahan baku makanan dan industri lainnya seperti sawit dan tebu.
- Biaya produksi bioavtur masih tinggi Edi mengatakan, biaya produksi bioavtur perlu ditekan sehingga SAF layak secara ekonomi dan produksi dapat ditingkatkan secara signifikan.
- Infrastruktur yang terbatas, Tantangan ketiga yaitu masih terbatasnya infrastruktur untuk produksi, penyimpanan, dan distribusi SAF.
- Proses sertifikasi yang rumit
- Penelitian dan pengembangan teknologi dan inovasi proses yang berkelanjutan untuk menjadikan SAF sebagai bahan bakar aviasi yang affordable.
- Kesadaran masyarakat Tantangan berikutnya soal perlunya peningkatan kesadaran dan pemahaman masyarakat mengenai manfaat SAF untuk mendorong dukungan yang lebih besar dari pembuat kebijakan dan investor.
“Saat ini, yang sudah mau mulai mengembangkan Pertamina. Namun ke depan juga kami dengar ada beberapa badan usaha yang mulai tertarik untuk mengembangkan SAF ini,” ucap Edi.
Pertamina Produksi Bioavtur
Pada 27 Oktober 2023, Pertamina dan Garuda Indonesia melaksanakan penerbangan komersil perdana menggunakan bahan bakar ramah lingkungan, Pertamina SAF. Penerbangan perdana dengan bioavtur tersebut memiliki rute dari Bandara Soekarno-Hatta (Tangerang) menuju Bandara Adi Soemarmo (Surakarta), dan kembali ke Jakarta.
Pada 2021, PT Kilang Pertamina Internasional berhasil memproduksi SAF J2.4 di Refinery Unit IV Cilacap. Produksi dilakukan dengan teknologi co-processing dari bahan baku refined bleached deodorized palm kernel oil (RBDPKO) atau minyak inti sawit yang telah mengalami proses pengolahan pemucatan, penghilangan asam lemak bebas dan bau. Adapun kapasitas produksi mencapai 1.350 kilo liter (KL) per hari.
(Usk)