BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID — Ruang sidang mendadak panas ketika persidangan kasus Nikita Mirzani dengan dr. Reza Gladys berlangsung. Salah satu anggota Jaksa Penuntut Umum (JPU), perempuan berambut panjang bernama Inda Putri Manurung, jadi pusat perhatian. Ia terlihat bersitegang dengan Nikita karena memaksa sang artis mengenakan rompi tersangka.
Momen itu terekam kamera dan langsung viral di media sosial. Dalam video yang beredar, Inda tampak mendekati Nikita dan mencoba memakaikan rompi tersangka secara paksa. Namun, Nikita dengan tegas menolak. Suasana pun semakin memanas.
Pemandangan tersebut membuat ruang sidang berubah jadi sorotan nasional. Tak hanya netizen yang ramai membahas insiden itu, tetapi juga para praktisi hukum yang mulai mempertanyakan profesionalitas jaksa tersebut.
Baca Juga:
Nikita Mirzani Disidang Lagi, Dokter Oky Buka Suara
Buntut Kasus Pemerasan, Nikita Mirzani Cabut Gugatan Rp100 Miliar
Profil Inda Putri Manurung
Di balik sorotan publik, terungkap bahwa jaksa perempuan itu bernama Inda Putri Manurung, sosok yang ternyata memiliki latar belakang akademis yang mentereng dan garis keturunan bangsawan Batak.
Marga Manurung yang disandangnya merupakan bagian dari Batak Toba dan berasal dari daerah Sibisa, Toba. Marga ini diyakini sebagai keturunan dari Raja Toga Manurung, cucu dari Raja Narasaon, seorang penguasa di daerah Uluan. Dalam budaya Batak, marga ini memiliki posisi terhormat dan erat dengan nilai sejarah adat.
Secara karier, Inda Putri Manurung merupakan Jaksa Penuntut Umum di Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta sejak 2022. Ia adalah lulusan Sarjana Hukum (S1) dan Magister Hukum (S2) dari Universitas Airlangga, Surabaya. Tak berhenti di situ, ia juga menambah ilmu di jenjang magister di Universitas Muslim Indonesia (UMI), Makassar.
Sebelum bergabung di Kejati DKI Jakarta, Inda pernah menjabat sebagai Jaksa Fungsional di bidang Intelijen Kejaksaan Negeri Ogan Ilir. Dalam kesehariannya, ia dikenal sebagai jaksa yang tegas dan profesional.
Namun, insiden di ruang sidang bersama Nikita Mirzani itu membuat nama Inda Putri Manurung ramai diperbincangkan. Banyak yang menilai tindakannya memaksa pemakaian rompi dan borgol terlalu agresif, bahkan dianggap melanggar prosedur etik.
“Kalau benar terbukti melanggar kode etik, seorang jaksa bisa dikenakan sanksi berat,” ujar seorang pakar hukum yang enggan disebut namanya.
Sanksi tersebut bisa berupa administratif seperti pencopotan jabatan, mutasi, hingga pemberhentian dengan tidak hormat. Selain itu, sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS), jaksa juga bisa dikenai sanksi disiplin. Bahkan jika ditemukan pelanggaran hukum serius seperti korupsi, pemerasan, atau suap, maka sanksi pidana pun bisa menanti.
Semua proses sanksi biasanya akan melalui pemeriksaan ketat oleh Majelis Kehormatan Jaksa atau pejabat pengawasan internal Kejaksaan. Hal ini dilakukan demi menjaga integritas, profesionalitas, dan kepercayaan publik terhadap institusi Kejaksaan sebagai garda depan penegakan hukum di Indonesia.
(Hafidah Rismayanti/_Usk)