JAKARTA, TM.ID: Bamsoet menyebutkan masih ditemukan kasus penyalahgunaan distribusi pada “Coporate Social Responsibility). (CSR). Sehingga diperlukan Peraturan Level perundang-undangan untuk mengaturnya.
“Setiap tahun diperkirakan terdapat Rp10 triliun hingga Rp15 triliun dana CSR yang tidak dekelola dengan maksimal. Oleh karena itu diperlukan peraturan dengan level undang-undang,” kata Bamsoet, sapaan akrab Ketua MPR RI Bambang Soesatyo dalam keterangan yang diterima di jakarta, melansir Antara Selasa (25/7/2023).
Hal itu disampaikan Bamsoet yang menjadi Dosen Tetap Pasca sarjana S3 Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Borobudur usai menguji disertasi mengenai “Tindak Hukum Pemerintah Daerah Terhadap Perusahaan yang Tidak Melalukan “Corporate Social Responsibility” dalam ujian Sidang Terbuka Promosi Doktor Hukum, di Universitas Borobudur, Jakarta.
Lebih lanjut Ia mencontohkan sejumlah kasus penyalahgunaan distribusi CSR di antaranya penyelewengan dana CSR dari Boeing untuk korban kecelakaan Pesawat Lion Air JT-610 oleh Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) dengan nilai mencapai Rp 107,3 miliar pada Agustus 2022.
“Pada Maret 2023 ditemukan indikasi penyelewengan dana CSR dari perusahaan tambang di NTB selama periode 2018-2022 dengan perkiraan total nilai mencapai Rp400 miliar. Pada beberapa kasus, penyalahgunaan CSR perusahaan di daerah juga melibatkan oknum pemerintah daerah,” ujarnya.
Basoet menuturkan bahwa ketentuan mengenai CSR saat ini terdapat pada pasal 74 pasal 74 Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang mewajibkan setiap perusahaan menjalankan CSR. Namun lanjut Bamsoet penerapannya dilapangan masih sangat lemah karena tidak adanya ketegasan sanksi maupun hal lain yang membuat perusahaan bersedia menjalankan program CSR.
“Mengacu pada pasal 74 tersebut yang di wajibkan melaksanakan tanggung jawab CSR adalah perusahaan yang menjalankan kegiatan usaha di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam (SDA). Frasa berkaitan dengan SDA ini dimaknai mengelola dan memanfaatkan SDA dan/atau berdampak pada fungsi kemampuan SDA. Ketentuan ini membuat berbagai perusahaan lainnya terkesan tidak diwajibkan menyalurkan CSR, karena itu, penelitian ini menghasilkan temuan tentang pentingnya perluasan penyaluran CSR oleh berbagai perusahaan lain,” tuturnya.
Bamsoet menerangkan
Bamsoet menerangkan bahwa Undang-Undang tentang CSR dapat mengatur agar penyaluran CSR bisa tepat sasaran dan tepat guna, anatara lain, sesuai standar international organization for standardizaition (ISO) 26000: Guidance Standard on Social Responsibility yang mencakup tujuh isu pokok, yakni pengembangan masyarakat, konsumen, praktik kegiatan institusi yang sehat, lingkungan, ketenagakerjaan, hak asasi manusi, dan organisasi pemerintahan.
“CSR memiliki peran penting dalam membangun kesadaran dan mendorong partisipasi para pelaku usaha untuk menyelenggarakan aktivitas perekonomian tanpa melupakan partisipasi dan kontribusi untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat karena pada hakikatnya perusahaan memiliki tanggung jawab tidak hanya pada ‘Shareholder’ (pemegang saham) melainkan kapada masyarakat dan lingkungan (‘stakeholders’),” kata Bamsoet.
Untuk itu diapun menilai, dengan adanya peraturan dengan level Undang-Undang maka diharapkan dapat mengubah paradigma perusahaan agar jangan memandang CSR sebagai beban melaikan sebagai wujud memperkuat kemitraan antara perusahaan, pemerintah dan masyarakat.
“Dengan demikian memberikan dampak pada peningkatan kesejahteraan sosial masyarakat, meringankan beban pembangunan pemerintah, memperkuat investasi sosial, dan ekonomi perusahaan yang bersangkutan,” ucap dia
(Usamah)