JAKARTA,TM.ID: Ada aroma yang diendus oleh Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK), Jimly Asshiddiqie, soal dugaan kebohongan yang disampaikan Ketua MK, Anwar Usman.
Hal itu berkaitan dengan putusan usia capres-cawapres. Pernyataan tersebut disampaikan Jimly usai melakukan pemeriksaan ke Anwar Usman dan lima orang hakim konstitusi lainnya.
Menurutnya kalau Anwar Usman ldiduga bohong tentang ketidakhadirannya dalam Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH), yang digelar tanggal 19 September 2023 lalu.
“Tadi ada yang baru soal kebohongan (alasan hadir), ini hal yang baru,” ucap Jimly, Kamis (2/11/2023).
Menurutnya ada dua versi terkait dengan Anwar tidak ikut dalam memutus tiga perkara gugatan soal batas usia capres-cawapres.
BACA JUGA: DPR akan Kuliti Putusan Ketua MK Anwar Usman yang Muluskan Ponakannya Jadi Cawapres
“Ada yang bilang karena (Anwar) menyadari ada konflik kepentingan, tapi ada alasan yang kedua (absen datang) karena sakit. Ini kan pasti salah satu benar. Kalau satu benar, berarti satunya tidak benar,” bgitu kata dia.
Perlu diketahui, ketika RPH dipimpin Wakil Ketua MK Saldi Isra dan Arief Hidayat untuk membahas tentang putusan perkara nomor 29-51-55/PUU-XXI/2023 berkaitan usia capres-cawapres.
Menurut Arief Hidayat, kalau Saldi Isra saat itu memberikan kabar jika Anwar tidak bisa hadir karena menghindari potensi konflik kepentingan.
“Wakil Ketua kala itu menyampaikan bahwa, ketidakhadiran ketua dikarenakan untuk menghindari adanya potensi konflik kepentingan. Disebabkan, isu hukum yang diputus berkaitan erat dengan syarat usia minimal untuk menjadi calon presiden dan calon wakil presiden, kerabat Ketua berpotensi diusulkan dalam kontestasi Pemilu Presiden 2024 sebagai pasangan calon presiden dan wakil presiden, oleh salah satu partai politik. Sehingga Ketua memilih untuk tidak ikut dalam membahas dan memutus ketiga perkara a quo,” beber Arief.
Tanpa Anwar, RPH menghasilkan putusan tegas dan konsisten dengan sikap Mahkamah dalam putusan terdahulu berkaitan dengan syarat usia jabatan publik, yaitu urusan tersebut adalah ranah pembentuk undang-undang dalam hal ini adalah DPR dan pemerintah.
MK menolak ketiga gugatan tersebut, sehingga tak ada perubahan batas usia capres-cawapres, di mana keputusan itu menutup peluang anak sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi), Gibran Rakabuming Raka bisa maju Pilpres 2024.
Tapi dalam RPH yang berikutnya dalam memutus perkara lain, yang masih berkaitan syarat usia capres cawapres, Anwar Usman secara tiba-tiba hadir.
Anwar Usman kepada hakim lainnya mengatakan, alasannya tak hadir di dalam RPH yang sebelumnya karena masalah kesehatan. Tentu saja alasan itu sangat berbeda, dengan apa yang disampaikan Saldi Isra.
Maka Jimly menduga kalau kedua alasan itu mengandung kebohongan. Dengan kehadiran Anwar dalam RPH, sikap MK mendadak berbalik 180 derajat.
MK menyampaikan, putusan bahwa kepala daerah dan anggota legislatif pada semua tingkatan berhak maju sebagai capres-cawapres meski belum 40 tahun, lewat Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang kontroversial.
Maka dengan begitu, Gibran Rakabuming bisa melangka untuk ikut dalam kompetisi Pilpres 2024.
Bukan hanya dugaan kebohongan saja kata Jimly. Dia bahkan menilai ada pembiaran yang dilakukan hakim konstitusi terhadap Anwar yang hadir dalam RPH lanjutan tersebut. Perlu diketahui padahal, dalam memutus perkara putusan 90/PUU-XXI/2023, Anwar dianggap punya konflik kepentingan.
BACA JUGA: Prabowo-Gibran Jalani Tes Kesehatan Capres-Cawapres di RSPAD
“Ada pelapor yang lain yang mempersoalkannya, nah ini agak berbeda juga, (soal) pembiaran.
Jadi 9 hakim atau 8 hakim kok membiarkan, tidak mengingatkan (Anwar Usman)? Padahal ini kan ada konflik kepentingan,” jelas Jimly.
Dalam laporan tersebut, sembilan hakim konstitusi dilaporkan semua karena melakukan pembiaran terhadap Anwar Usman.
“Kok ada sidang (RPH) dihadiri ketua yang punya hubungan kekeluargaan, kan itu kan semua orang tau bahwa ada hubungan kekeluargaan. Kok dibiarin, enggak diingatkan. Sehinga sembilan (hakim) itu dituduh semua, melanggar semua karena membiarkan itu,” bebernya.
Berkaitan dengan hal tersebut, keputusan MK terkait dengan dugaan pelanggaran kode etik hakim konstitusi bakal diumumkan tanggal 7 November 2023 besok.
“Maka itu segera saja pembuktian ini, dan lagipula masalah ini bisa melebar terus. Pemilu sudah dekat, jadi bangsa kita harus punya, dapat kepastian,” ungkap Jimly.
“Kalau tidak, ini kan bisa melebar kemana-mana. Bisa konflik nanti ujungnya PHPU (Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden) di bawa ke sini lagi. Lalu orang tidak percaya, bagaimana? Jadi ini soal serius ini,” tambah Jimly.