BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID – PP Nomor 21 Tahun 2024 mengatur pemotongan gaji pegawai swasta untuk Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang bertujuan membantu pekerja memiliki rumah sendiri. Kebijakan ini telah memicu debat sengit di kalangan warganet dan masyarakat luas.
Menurut Pasal 15 dalam PP tersebut, setiap pekerja berusia minimal 20 tahun dan memiliki penghasilan setidaknya sebesar upah minimum wajib menjadi peserta Tapera. Besaran pemotongan yang ditetapkan adalah 3% dari gaji atau upah, dengan 0,5% ditanggung oleh pemberi kerja dan 2,5% oleh pekerja.
“Setiap pekerja berusia minimal 20 tahun dan memiliki penghasilan setidaknya sebesar upah minimum wajib menjadi peserta Tapera,” bunyi pasal tersebut.
Pekerja yang menerima gaji dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau anggaran pendapatan dan belanja daerah, seperti aparatur sipil negara, akan dipotong gajinya untuk Tabungan Tapera. Selain itu, pekerja di berbagai instansi seperti badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, badan usaha milik desa, dan badan usaha milik swasta juga akan dikenakan pemotongan Tapera sesuai regulasi yang diatur oleh menteri yang bertanggung jawab dalam bidang ketenagakerjaan.
Badan Pengelola Tapera (BP Tapera) akan mengatur pekerja mandiri sesuai dengan Pasal 15 Ayat 4d. Pemerintah menetapkan batas waktu paling lambat 7 tahun sejak PP 21 Tahun 2024 diteken untuk mendaftarkan para pekerja kepada BP Tapera.
BACA JUGA: Apa Itu Tapera? Ini Pengertian dan Manfaatnya!
Reaksi Warganet terhadap Kebijakan Tapera
Meskipun kebijakan ini diharapkan dapat mendukung upaya pemerintah dalam mengatasi backlog perumahan, banyak warganet mengecam kebijakan ini karena merasa memberatkan. Mereka mengungkapkan keberatan mereka melalui media sosial X, mereka menyatakan, langkah ini akan mengurangi daya beli.
“Misal gaji 6jt, buat Tapera 3% nya yaitu 180K, misal ditabung selama 10 tahun aja cuma dapet 21.6 Juta. Ada inflasi, dalam 10 tahun ke depan nilai nya turun. Emang bisa beli rumah pake duit 21.6 Juta? Buat DP? Lah ngumpulin DP nya aja 10 tahun 😂 Inimah akal2an pemerintah 😂” tulis @Y***********art.
Beberapa warganet juga mempertanyakan efektivitas dan transparansi dalam pengelolaan dana Tapera. Mereka merasa tidak yakin apakah dana yang dikumpulkan akan benar-benar digunakan untuk tujuan yang telah ditetapkan.
Warganet juga memperhitungkan berbagai potongan dari gaji mereka dan merasa bahwa tambahan pemotongan untuk Tapera akan semakin memberatkan. Mereka menganggap kebijakan ini sebagai beban tambahan yang tidak seimbang dengan manfaat yang diperoleh.
“Lu bayangin ya, ada karyawan akhirnya gajinya 10 juta. Mau celebrate. Lalu: Pajak TER 2%, BPJS Kes karyawan 1%, BPJS TK: 2% JHT, 1% JP, Trus bakal nambah Tapera 2,5%, Belum apa-apa udah kepotong 7,5%. Ga ngapa-ngapain aja uangnya udah kepotong 750ribu” tulis @r*******.
“Regulasi dirasakan tdk jelas…… Bagaimana jika pekerja (karyawan) yg sdh memiliki atau kredit rumah? ….. Dana Tapera mengendap di rekening siapa? Yang menerima setoran dana Tapera, pasti akan mengutip uang admin!…,” ujar @jo*****wan.
“Setelah UKT, terbitlah Tapera. Ini Indonesia negara BU apa gimana sih. Biaya nambah mulu, sejahtera kagak” tambah @p***********io.
Banyak juga yang merasa aneh ketika kebijakan ini tiba-tiba diterapkan pemerintah, banyak dari mereka yang merasa tidak rela dengan Kebijakan Tapera yang baru ini.
“Saya tidak masalah sama sekali gaji dipotong tiap bulan untuk BPJS Kesehatan. Semisal jarang pakai pun, anggap saja sedekah dan membantu sesama. Tapi untuk TAPERA ini, jelas saya tidak ikhlas. Subsidi silang buat yang tidak mampu? Ah tidak juga rasanya. Kebijakan aneh” tulis @a*********o.
“Tapera: Tabungan Pemerasan Rakyat” tambah @**********ri.
(Budis)