BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID — Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI menemukan dan menarik 34 kosmetik yang mengandung bahan berbahaya dan/atau dilarang. Penarikan puluhan kosmetik itu merupakan hasil pengawasan BPOM terhadap peredaran kosmetik selama April-Juni 2025.
Kepala BPOM RI, Taruna Ikrar, menyatakan, sebagian besar temuan masih didominasi kosmetik yang diproduksi berdasarkan kontrak produksi, yaitu sebanyak 28 item. Sementara itu, dua item temuan merupakan produk kosmetik lokal dan empat item lainnya merupakan kosmetik impor.
“Dari hasil sampling dan pengujian, seluruh temuan tersebut positif mengandung bahan berbahaya dan/atau dilarang yang berpotensi menimbulkan risiko kesehatan bagi konsumen. Bahan dilarang dan/atau berbahaya yang ditemukan, yaitu merkuri, asam retinoat, hidrokuinon, timbal, pewarna kuning metanil, dan steroid,” urainya dalam keterangan tertulisnya.
Taruna menjelakan, bahaya kesehatan yang ditimbulkan akibat kandungan bahan berbahaya dan/atau dilarang dalam kosmetik sangat bervariasi, mulai dari efek ringan hingga berat. Merkuri dapat mengakibatkan terjadinya perubahan warna kulit berupa bintik-bintik hitam (ochronosis), reaksi alergi, iritasi kulit, sakit kepala, diare, muntah-muntah, bahkan kerusakan ginjal.
Baca Juga:
Kemudian, asam retinoat dapat mengakibatkan kulit kering, rasa terbakar, dan perubahan bentuk atau fungsi organ janin bagi wanita hamil (bersifat teratogenik).
Lalu, bahaya dari kandungan hidrokuinon pada kosmetik yaitu dapat mengakibatkan hiperpigmentasi, ochronosis, serta perubahan warna kornea dan kuku.
Taruna melanjutkan, timbal pada kosmetik dapat merusak fungsi organ dan sistem tubuh. Bahan pewarna yang dilarang (kuning metanil/methanyl yellow) dapat menyebabkan kanker, kerusakan hati, dan kerusakan sistem saraf serta otak.
“Sementara steroid mengakibatkan terjadinya biang keringat, atrofi kulit, perubahan karakteristik kelainan kulit, hipertrikosis, fotosensitif, perubahan pigmen kulit, dermatitis kontak, dan reaksi alergi,” tutur dia.
Taruna menyebutkan, BPOM RI telah menindaklanjuti atas adanya temuan tersebut. Kini, BPOM telah mencabut izin edar serta menghentikan sementara kegiatan pemproduksi kosmetik berbahaya tersebut.
Selain itu, BPOM melalui 76 unit pelaksana teknis (UPT) di seluruh Indonesia disebu5 telah melakukan penertiban ke fasilitas produksi dan peredaran kosmetik, termasuk retail.
Taruna berujar, BPOM juga menelusuri kegiatan produksi dan peredaran kosmetik yang mengandung bahan berbahaya dan/atau dilarang, khususnya kosmetik yang diproduksi oleh pihak tidak berhak atau tidak memiliki kewenangan. Jika ditemukan adanya indikasi pidana, Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) BPOM akan menindaklanjuti melalui proses pro-justitia.
“Pelaku usaha yang memproduksi atau mengedarkan kosmetik yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan, kemanfaatan, dan mutu, dapat dikenakan sanksi pidana sebagaimana ketentuan Pasal 435 juncto Pasal 138 Ayat 2 UU Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan dengan ancaman pidana penjara paling lama 12 tahun atau denda paling banyak Rp5 miliar,” urai Taruna. (_usamah kustiawan)