BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID – Dustin Poirier, salah satu petarung paling dihormati di UFC, akan mengakhiri kariernya dalam laga penuh emosi melawan Max Holloway di ajang UFC 318 yang digelar Sabtu malam waktu AS (Minggu pagi WIB).
Meski tak pernah menggenggam sabuk juara dunia secara resmi, Poirier telah meninggalkan jejak yang dalam di dunia MMA, terutama lewat trilogi ikoniknya melawan Conor McGregor.
The Diamond, julukan Poirier pernah menghadapi petarung-petarung elite dalam satu dekade terakhir, dari Khabib Nurmagomedov, Charles Oliveira, Justin Gaethje, hingga Islam Makhachev.
Namun, bagi sang manajer Rob Roveta, pertarungan melawan McGregor menjadi titik balik emosional dan mental yang paling dalam.
“Saya pikir itulah pertarungan paling spesial dalam kariernya,” ujar Roveta kepada MMA Junkie.
“Tantangan terbesar bukan hanya fisik, tetapi menghadapi seseorang yang sudah bertahun-tahun bicara buruk tentangnya,” sambungnya.
Baca Juga:
Poirier dan McGregor bertarung tiga kali. Pertama pada 2014 saat Poirier kalah TKO. Namun tujuh tahun kemudian, ia membalikkan cerita: menang KO di pertarungan kedua dan dinyatakan menang dalam laga ketiga setelah cedera mengakhiri duel McGregor lebih cepat.
Yang menarik, menurut Roveta, bukan kemenangan itu sendiri, melainkan bagaimana Poirier tetap bertarung meskipun tidak diuntungkan secara finansial.
“Penawaran saat itu sebenarnya tidak menguntungkan kami. Tapi justru itulah yang membuat Dustin semakin kuat secara mental. Banyak orang berpikir ia dapat banyak uang karena melawan superstar, padahal secara ekonomi tak seperti yang dibayangkan,” jelas Roveta.
Kini, Poirier menutup lembaran kariernya bukan dengan sabuk, tapi dengan warisan:,ketabahan, kerja keras, dan konsistensi menghadapi siapa pun tanpa pamrih.
Dalam dunia di mana banyak petarung menilai kesuksesan dari jumlah sabuk dan kontrak, Poirier membuktikan bahwa keteguhan hati bisa jadi prestasi tertinggi.
(Budis)