JAKARTA.TM.ID: Berkembanganya era digitalisasi 4.0 berdampak pada kehidupan masyarakat yang ada saat ini dan turut berubah. Hal itu tidak terkecualikan dari cara berbelanja dan bertransaksi yang lebih mengutamakan cara online.
Hal ini terlihat dari meningkatnya transaksi digital dalam dua tahun terakhir, dimana semakin mudahnya yang memperkuat perubahan.
Bahkan dengan pembayaran online, masyarakat tidak harus lagi membawa dompet, melainkan hanya menggunakan uang digital yang ada di aplikasi pada ponsel. Perubahan ini memberikan dampak, yaitu penggunaan uang kertas yang semakin ditinggalkan oleh masyarakat.
Informasi yang dikutip dari Bank Indonesia (BI) menyebutkan masyarakat pun mulai meninggalkan anjungan tunai mandiri (ATM) sebagai sarana transaksi. Masyarakat saat ini berpindah dengan transaksi online daripada menggunakan transaksi melalui ATM.
Sementara itu, telah terjadi pertumbuhan dengan tumbuhnya mobile banking dan peningkatan transaksi melalui mobile banking di masyarakat.
BACA JUGA: Utang Indonesia Diklaim Sama Bank Indonesia Katanya Turun Jadi 1 Miliar Dolas AS
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan bahwa transaksi ekonomi dan keuangan digital yang terus berkembang bersamaan dengan penerimaan dan preferensi masyarakat yang terus meningkat.
Melonjaknya Transaksi Uang Digital
Berdasarkan data Bi, nilai transaksi digital banking telah meningkat hingga 45,64 persen atau Rp 39.841,4 triliun secara tahunan (year-on year) di tahun 2021. Peningkatan trasanksi digital banking ini terus meningkat hingga diproyeksi mencapai 24,83 persen (yoy) atau Rp49,733,8 triliun di tahun 2022.
Selanjutnya, per Januari 2022, nilai transaksi uang elektronik telah tumbuh 66,65 persen (yoy) atau Rp34,6 triliun, kemudian, nilai transaksi digital banking juga meningkat 62,82 persen (yoy) menjadi Rp314,3 triliun.
Dukitip dari pajakku, hasil data bank sentral, nilai transaksi pembayaran menggunakan ATM, kartu debet, dan kartu kredit memang mengalami pertumbuhan, tetapi tidak sebesar transaksi digital. Bahkan BI mencatat transaksi melalui Qris ini meningkat sejalan dengan akseptasi masyarakat secara nominal ataupun volumen 290 persen yoy dan 326 persen yoy.
Perry menyampaikan, BI selalu mendorong inovasi sistem pembayaran dan menjaga kelancaran dan keamanan sistem pembayaran. Diketahui pada tahun 2022, BI memprediksi nilai transaksi dompet digital tumbuh menembus angka 17,3 persen atau Rp357,7 triliun. Apabila kenaikan ini terbukti, maka akan semakin banyak orang yang bertransaksi melalui dompet digital dan meninggalkan sarana konvensional seperti ATM.
Peralihan Uang Kertas Ke Uang Digital
Dengan tingginya tingkat transaksi uang digital tersebut, lantas apakah uang kertas akan hilang? Hal ini bisa dilihat melalui rencana yang akan dilakukan oleh pemerintah. Bank Indonesia memiliki rencana tersendiri untuk menerbitkan mata uang digital sendiri atau rupiah digital.
Bahkan, adanya uang digital dipastikan tidak perlu adanya percetakan uang tunai. hal ini disampaikan oleh Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia, Erwin Haryono yang mengatakan, hal ini dapat terjadi apabila masyarakat sudah nyaman menggunakan mata uang digital.
Erwin menjelaskan, jika semua masyarakat merasa nyaman dengan digital currency, maka di titik tersebut uang tunai tidak akan diperlukan lagi. Namun, jika hal ini terjadi, tidak dicetaknya uang tunai seperti uang kertas dan logam, bukan berarti rupiah tidak berlaku. Menurut dia, rupiah tetap akan menjadi mata uang resmi negara, tetapi bentuknya beralih daru sebelumnya fisik menjadi non fisik.
BACA JUGA: Tim U17 Indonesia Punya Kekuatan Baru, Amar Rayhan Brkic
Erwin menjelaskan, dengan rencana tersebut, bisa disimpulkan uang kertas masih dapat digunakan dan beredar di masyarakat. Kemudian hadirnya uang digital pun diharapkan tidak menjadi ancaman punahnya uang kertas, melainkan menjadi wadah untuk bertransformasi secara digital. DImana transformasi digital juga akan berdampak pada sektor -sektor lainnya.
BI menyebutkan, rupiah digital diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai bank sentral Negara Republik Indonesia (NKRI). Rupiah digital ini tidak termasuk sebagai aset kripto atau stableco.
Sementara itu, awal perkembangan rupiah digital adalah BI melalui Proyek Garuda menerbitkan White Paper sebagai komunikasi kepada publik terhadap rencana pengembangan.
Kemudian, setelah penerbitan White Paper, BU akan menempuh rangkaian pengembangan secara iterative dan bertahap dimulai dengan menggalang pandangan publik pada desain rupiah digital yang dimulai dari konsultasi publik (consultative papar dan focus discussion), ekperimen teknologi, dan reviu atau stance kebijakan.
Selain itu, rangakain ini bertujuan untuk membuka ruang fleksibilitas yang luas bagi pemangku kepentingan dan industri untuk menyiapkan diri dan melakukan uji coba bersamaan sebelum rupiahk digital diimplementasikan.
Erwin mengungkapkan, rupiah digital akan diterbitkan dalam dua jenis, yaitu rupiah digital Wholesale (W-rupiah digital) dengan cakupan akses terbatas dan hanya didistribusikan untuk penyelesaian transaksi wholesale seperti transaksasi pasar valas, operasi moneter, dan transaksi pasar uang.
“Kedua adalah rupiah digital ritel (r-rupiah digital dengan cakupan yang terbuka untuk publik dan didistribusikan pada berbagai transaksi ritel dama bentuk transaksi pembayaran atau transfer oleh personal/individu atau bisnis (merchant dan korporasi),” bebernya.
Namun demikian, Bi memilih untuk lebih berhati-hati dalam membuat keputusan. Hal ini disebabkan , Indonesia memiliki ribuan kepulauan dan tidak semua warga memiliki akses pada teknologi dan internet.
Hadirnya mata uang digital akan mendorong percepatan pada transformasi digital, karena percepatan ke arah ekonomi dan keuangan digital sangatlah penting.
Selanjutnya, kehadiran mata uang digital ini harus diperhatikan, karena jika ada kesalahan desain dapat menimbulkam disrupsi di masyarakat hingga tidak mau menyimpan uang di bank. “Harus diingat bahwa uang digital memiliki kemungkinan ancaman siber, sehingga diperlukan pencegahan yang ideal.
Laporan Wartawan Jakarta : Agus Irawan / Masnur