BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID — Bagi masyarakat Betawi, pencak silat bukan sekadar olahraga bela diri, melainkan budaya yang melekat erat dalam adat istiadat mereka.
Salah satu contohnya adalah tradisi palang pintu, yang menjadi bagian penting dalam acara pernikahan.
Palang pintu memiliki makna membuka penghalang, di mana mempelai pria harus melewati tantangan yang diberikan oleh pihak perempuan.
Tantangan tersebut berupa adu silat antara perwakilan mempelai pria dengan pendekar yang mewakili mempelai wanita. Disinilah inti dari palang pintu, yaitu “maen pukulan”.
Makna di balik adu silat atau maen pukulan ini adalah keberanian dan tekad. Pesilat atau pendekar dari mempelai pria harus menang untuk bisa membuka penghalang yang diberikan oleh mempelai wanita.
Ketangkasan silat dalam palang pintu sangat diperlukan agar dapat mengamankan area pertahanan dengan mudah dan menghindari terjadinya kebobolan.
Selain itu, palang pintu juga mengandung nilai-nilai luhur yang menjadi landasan hidup masyarakat Betawi.
Terdapat nilai agama yang mengacu pada ajaran Islam, terlihat dari tahap pembacaan Al Quran dan pelantunan sholawat dustur dalam prosesi palang pintu.
BACA JUGA : Ingin Kuat dan Berani? Coba Seni Bela Diri Pencak Silat: Banyak Jurus Ampuh Penakluk Musuh
Nilai moral dan sosial juga terpancar dalam tahap adu pantun dan adu pukul.
Seiring berkembangnya zaman, fungsi palang pintu semakin berkembang. Tidak hanya digunakan pada pernikahan, tetapi juga bisa diterapkan dalam acara kenegaraan. Bahkan, pantun yang disuguhkan pun bisa menggunakan bahasa Inggris.
Tradisi palang pintu menjadi bukti bahwa pencak silat bukan hanya sekadar olahraga, tetapi juga bagian dari budaya Betawi yang terus dilestarikan dan diwariskan kepada generasi penerus.
(Hafidah Rismayanti/Usk)