BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID — Tim Advokasi untuk Demokrasi (TAUD) bantah tuduhan polisi terhadap aktivis yang ditangkap karena diduga menghasut pelajar dan anak-anak untuk ikut serta dalam aksi unjuk rasa pada akhir Agustus lalu. TAUD juga menyoroti sekaligus mengkritik penggunaan Pasal 76H UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak oleh pihak kepolisian.
“Jadi teman-teman, yang dilakukan klien kami itu bukan berarti adalah memprovokasi anak-anak,” ujar Sekar Banjaran Aji di Kantor YLBHI, Jakarta, mengutip CNNIndonesia, Minggu (7/9/2025).
Sekar menegaskan langkah para aktivis, termasuk Delpedro Marhaen yang kini ditetapkan sebagai tersangka, justru bertujuan melindungi anak-anak dengan membekali mereka pengetahuan agar terus terbiasa berpikir kritis.
Ia menambahkan, anak-anak berhak memperoleh kesempatan untuk berkembang secara optimal, berpartisipasi aktif, serta memiliki kemampuan berpikir kritis.
“Dan dalam konteks itu kerja-kerja perlindungan anak itu seharusnya bisa berjalan karena adanya demokrasi. tanpa adanya demokrasi kerja-kerja perlindungan anak tidak akan terjadi,” tuturnya.
Sekar pun menyayangkan hal itu. Ia menegaskan bahwa anak-anak juga harus didengar, bukan justru dibungkam.
“Dan apa yang dilakukan klien-klien kami adalah memberikan info, memberi pengetahuan tentang apa yang seharusnya bernegara itu dilakukan, bagaimana mempraktekkan hak bersuara itu seharusnya dilakukan,” ujar dia.
Polda Metro Jaya menetapkan 43 orang sebagai tersangka terkait aksi perusakan dalam demonstrasi yang berlangsung di Jakarta pada 25–31 Agustus. Dari jumlah tersebut, 38 orang sudah ditahan.
Enam di antaranya dikategorikan dalam klaster penghasutan. Mereka diduga menyebarkan ajakan melakukan perusakan melalui media sosial dan selebaran, dengan sasaran pelajar serta anak-anak untuk turun ke jalan, bahkan melibatkan influencer guna mendorong aksi tersebut.
Keenam orang itu yakni Direktur Lokataru Foundation, Delpedro Marhaen (DMR) yang juga admin akun Instagram @lokataru_foundation; Muzaffar Salim (MS), staf Lokataru sekaligus admin @blokpolitikpelajar; dan Syahdan Husein (SH), admin akun Instagram @gejayanmemanggil.
Selain itu, ada Khariq Anhar (KA), admin akun Instagram @AliansiMahasiswaPenggugat; RAP, admin akun Instagram @RAP yang disebut membuat tutorial bom molotov sekaligus koordinator kurir di lapangan; serta Figha Lesmana (FL), admin akun TikTok @fighaaaaa.
Baca Juga:
Gus Ipul Beri Santunan ke Korban Demo DPR Makassar
Pasca Demo Agustus 2025, Negara Ini Terbitkan Travel Warning ke Indonesia
Wadir Reskrimum Polda Metro Jaya, AKBP Putu Kholis Aryana, mengatakan sejumlah pelajar diduga menerima bayaran untuk ikut serta dalam demonstrasi di Jakarta pekan lalu.
“Ada indikasi anak diberi kompensasi untuk melakukan aksi. Itu masih dalam pendalaman penyidik. Itu jadi salah satu data awal yang kami pergunakan untuk mengungkap jaringan ini, kelompok ini,” kata Putu kepada wartawan dikutip, Jumat (5/9/2025).
(Virdiya/_Usk)