BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID — Tantangan zaman yang kian global, satu jurus silat bisa jadi lebih dari sekadar gerakan. Di tangan para pelestari budaya, ia bisa menjelma jadi jembatan diplomasi dan alat pelestarian warisan bangsa. Itulah semangat dari Kasundan International Silat Camp (KISC) 2025, yang malam ini resmi dibuka di Gedung Bela Diri, Sarana Olahraga RAA Adjiwidjaja, Jawa Barat.
Yang bikin acara ini spesial bukan cuma skala internasionalnya, tapi juga dukungan penuh dari Menteri Kebudayaan, Fadli Zon, yang menyebut langsung bahwa KISC adalah bagian penting dari strategi pelestarian budaya nasional. “Kegiatan seperti KISC ini bukan sekadar festival. Ini adalah langkah nyata pelestarian budaya hidup—budaya yang tidak hanya dikenang, tapi terus diwariskan,” ujarnya dalam pernyataan resmi.
KISC 2025 hadir dengan pendekatan khas Sunda yaitu Ulin (wisata budaya), Ulik (pendalaman ilmu), dan Usik (eksibisi seni). Filosofi ini bukan sekadar simbolik, tapi benar-benar dijalankan lewat rangkaian acara yang menggabungkan pelatihan pencak silat, pertunjukan seni, dan eksplorasi budaya lokal. Seluruh peserta baik dari Indonesia maupun luar negeri diajak mendalami langsung kekayaan budaya Nusantara dalam berbagai bentuknya.
Baca Juga:
Mengenal Usik Sanyiru: Aksi Silat Tradisional di Atas Nyiru yang Tetap Lestari
Pemkab Sukabumi Dorong Pembinaan Terstruktur Atlet Pencak Silat
Sejak pertama digelar pada 2018, KISC telah tumbuh menjadi ajang strategis untuk menyatukan pencak silat dengan misi kebudayaan. Tahun ini jadi edisi ketiga, dan bisa dibilang paling lengkap karena pelatihan berbagai aliran silat dari Cimande hingga Sera, sesi diskusi lintas negara, kunjungan ke desa adat, hingga malam pertunjukan silat teatrikal berpadu musik tradisional.
Fadli Zon menegaskan bahwa acara seperti KISC punya posisi penting dalam pelestarian budaya tak benda. “Pencak silat bukan hanya olahraga, tapi sistem nilai. Di dalamnya ada kesopanan, pengendalian diri, hormat pada guru, dan filosofi hidup. Ini harus terus diwariskan, bukan hanya lewat kompetisi, tapi lewat pendidikan dan ekspresi budaya seperti yang dilakukan KISC,” katanya.
Kementerian Kebudayaan juga menekankan bahwa regenerasi adalah inti dari pelestarian budaya. KISC pun difokuskan untuk melibatkan generasi muda, bukan hanya sebagai peserta, tapi juga sebagai aktor budaya masa depan. Ada program mentoring, ruang jejaring, hingga eksplorasi budaya yang dikemas kekinian agar selaras dengan gaya hidup anak muda zaman sekarang.
Dan tak ketinggalan, KISC menjadi ruang diplomasi budaya Indonesia yang lembut tapi mengena. Lewat pertukaran ilmu dan pengalaman antar peserta dari berbagai negara, pencak silat tampil sebagai bahasa universal yang menyampaikan nilai-nilai luhur Indonesia tanpa perlu banyak kata.
Dengan dukungan negara dan semangat komunitas, KISC 2025 membuktikan bahwa pelestarian budaya tidak harus membosankan. Ia bisa seru, kolaboratif, dan mendunia. Dan dari bumi Parahyangan, silat sekali lagi menunjukkan bahwa ia bukan sekadar pusaka lama tetapi masa depan budaya Indonesia yang hidup dan berkelas dunia.
Penulis:
Daniel Oktorio Saragih
Ilmu Komunikasi
Universitas Informatika Dan Bisnis Indonesia (UNIBI)