JAKARTA, TEROPONGMEDIA.ID — Mantan Menteri Kelautan Susi Pudjiastuti mengkritik pernyataan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia, yang menyebut salah satu perusahaan pengelola tambang di Raja Ampat, salah satunya adalah milik pemerintah.
Dalam pernyataan pada cuitan media sosial X pribadinya, Susi mempertanyakan kebijakan pemerintah yang mengizinkan perusahaan nikel untuk mendirikan lahan tambang di wilayah primadona Indonesia bagian timur itu.
Selain itu, pemilik maskapai Susi Air itu mengungkap, masih ada empat perusahaan milik swasta yang ikut mengelola tambang tersebut.
“Terus karena perusahaan milik Negara boleh merusak Laut milik Negara?,”tanya Susi dalam cuitan X pribadinya, dikutip Sabtu (07/05/2025).
Ia menyoroti perusahaan milik pemerintah, PT Gag Nikel (anak usaha PT Antam Tbk BUMN), yang aktif beroperasi di wilayah Raja Ampat, Papua.
BACA JUGA:
Di Tengah Polemik Tambang Nikel, Ganjar Umbar Keindahan Raja Ampat Justru Disentil Netizen
Fadli Zon Sebut Sejumlah Cagar Budaya Terdampak Aktivitas Tambang, Kok Bisa?
“Dan ternyata ada empat lagi perusahaan tambang swasta. Kalau perusahaan swasta & perusahaan negara boleh merusak lingkungan Raja Ampat yang sudah diakui Dunia keindahannya. Kenapa rakyat tidak boleh menjaga keindahannya? Kenapa?,” tambah seolah emosional.
Diberitakan sebelumnya, Jaringan kampanye global, Greenpeace, menemukan aktivitas pertambangan di sejumlah pulau Raja Ampat, seperti Gag, Kawe, dan Manuran.
Ketiga pulau ini berkategori kecil dan seharusnya tidak boleh ditambang menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah, Pesisir, dan Pulau-Pulau Kecil.
Eksploitasi nikel di ketiga pulau itu telah membabat lebih dari 500 hektare hutan dan vegetasi alami khas setempat.
Sejumlah dokumentasi pun menunjukkan adanya limpasan tanah yang memicu sedimentasi di pesisir, yang berpotensi merusak karang dan ekosistem perairan Raja Ampat, Papua Barat.
Selain Pulau Gag, Kawe, dan Manuran, pulau kecil lain di Raja Ampat yang terancam tambang nikel ialah Pulau Batang Pele dan Manyaifun.
Kedua pulau yang bersebelahan ini berjarak kurang lebih 30 kilometer dari Piaynemo, gugusan bukit karst yang gambarnya terpacak di uang pecahan Rp 100 ribu.
Perairan Raja Ampat merupakan rumah bagi 75% spesies coral dunia dan punya lebih dari 2.500 spesies ikan. Daratannya memiliki 47 spesies mamalia dan 274 spesies burung. UNESCO juga telah menetapkan kawasan Raja Ampat sebagai global geopark.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan pemilik konsesi atau wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) nikel di Pulau Gag kawasan Raja Ampat merupakan anak perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), PT. Antam Tbk.
“PT Gag Nikel punya Antam, BUMN. IUP produksinya itu keluar 2017 dan mulai beroperasi pada 2018,” kata Bahlil dalam konferensi pers di Kementerian ESDM, Kamis (5/6).
Bahlil mengatakan tambang ini sudah mengantongi izin analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) sebelum mereka beroperasi.
PT Gag dahulunya merupakan IUP dengan izin konsesi berbentuk kontrak karya (KK) sekitar 1997 dan 1998. Kala itu, KK PT Gag dimiliki oleh perusahaan asing.
“Kemudian perusahaan asing pergi dan diambil alih oleh negara, lalu diserahkan kepada PT Antam,” ujarnya.
Selain Pulau Gag, Bahlil menyebut ada empat IUP lain di Raja Ampat. Namun, perusahaan yang beroperasi saat ini hanya PT Gag Nikel saja.
“Yang lain belum melakukan aktivitas, ada satu IUP juga yang sudah jalan tapi dia sudah tidak produksi sejak awal 2024,” ucapnya.
(Saepul)