JAKARTA, TEROPONGMEDIA.ID — Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPR, Indra Iskandar, menyatakan bahwa rapat Panitia Kerja (Panja) DPR untuk revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) yang diadakan di hotel mewah Fairmont Jakarta tidak melanggar aturan.
Indra menilai, Peraturan Tata Tertib (Tatib) DPR Pasal 254 memungkinkan rapat pembahasan RUU strategis dilakukan di luar gedung DPR dengan izin pimpinan DPR.
“Ya, jadi kita bicara aturan dahulu gitu ya, aturan berkaitan dengan rapat-rapat dengan urgensitas tinggi itu dimungkinkan untuk tidak di gedung DPR. Itu diatur di Tatib Pasal 254 aturannya, dengan izin pimpinan DPR ini sudah dilakukan,” ujar Indra, melansir CNN, Minggu (16/3/2025).
Ia menjelaskan, bahwa pemilihan Hotel Fairmont Jakarta bukan keputusan mendadak oleh sekretariat DPR. Pihaknya menjajaki sekitar lima hingga enam hotel sebelum memutuskan lokasi rapat Panja RUU TNI. Pertimbangan utama adalah ketersediaan hotel yang memiliki kerja sama dengan tarif pemerintah (government rate) sehingga harganya sesuai dengan Standar Biaya Masukan (SBM) DPR Tahun 2025.
Selain itu, ia menekankan pentingnya fasilitas istirahat bagi anggota Panja DPR karena rapat bersifat maraton dan dapat berlangsung hingga dini hari. Oleh karena itu, diperlukan tempat yang memungkinkan anggota untuk beristirahat sebelum melanjutkan rapat keesokan harinya.
Baca Juga:
Kemenag: Masjid di Jalur Mudik Harus Buka 24 Jam
DPR Gelar Rapat RUU TNI di Hotel Mewah, Biar Senyap dari Publik?
Gaduh Revisi UU TNI
Diketahui, DPR dan pemerintah sedang membahas 92 daftar inventarisasi masalah (DIM) revisi UU TNI di Hotel Fairmont Jakarta sejak Jumat, 14 Maret 2025. Beberapa poin penting yang dibahas Panja RUU TNI adalah usia pensiun prajurit TNI dan perluasan penempatan prajurit TNI aktif di kementerian dan lembaga.
Menteri Pertahanan, Sjafrie Sjamsoeddin, menyebut bahwa revisi UU TNI akan berfokus pada tiga pasal utama. Pertama, memperkuat kebijakan modernisasi alutsista dan industri pertahanan dalam negeri. Kedua, memperjelas batasan dan mekanisme pelibatan TNI dalam tugas non-militer. Ketiga, meningkatkan kesejahteraan prajurit serta jaminan sosial bagi mereka.
Ketua Komisi I DPR RI, Utut Adianto, mengungkapkan bahwa revisi UU TNI akan berfokus pada tiga pasal utama. Salah satunya adalah Pasal 47 UU Nomor 34 Tahun 2004 terkait ruang lingkup tugas TNI. Revisi ini akan mengkaji kembali kementerian atau lembaga mana saja yang dapat diduduki oleh prajurit TNI aktif.
Pada 11 Maret 2025, Komisi I DPR dan pemerintah sepakat membentuk Panja RUU TNI. Kesepakatan ini dicapai dalam rapat kerja antara Komisi I DPR bersama Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin dan Menteri Hukum Supratman Andi Agtas yang mewakili pemerintah. Rapat ini digelar di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.
Namun, beberapa lembaga masyarakat sipil menyoroti pasal-pasal dalam RUU TNI yang dinilai bermasalah. Peneliti Imparsial, Al Araf, menyebut bahwa rancangan UU TNI mengandung pasal yang dapat membawa kemunduran dalam profesionalisme TNI dan reformasi TNI.
Anggota Komisi I DPR RI, Desy Ratnasari, menyoroti pentingnya perspektif keamanan manusia (human security) dalam revisi UU TNI. Ia menekankan bahwa revisi harus memperhatikan aspek keamanan manusia dan menghindari potensi loyalitas ganda bagi prajurit TNI yang ditempatkan di jabatan sipil.
Secara keseluruhan, revisi UU TNI ini diharapkan dapat memperkuat peran dan fungsi TNI dalam menjaga pertahanan negara, sekaligus memastikan profesionalisme dan kesejahteraan prajurit TNI. Pembahasan yang komprehensif dan melibatkan berbagai pemangku kepentingan diharapkan dapat menghasilkan undang-undang yang sesuai dengan kebutuhan dan tantangan pertahanan Indonesia saat ini dan masa depan.
(Dist)