BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID — Pasukan Israel baru-baru ini mengebom sebuah kamp tenda yang menampung para pengungsi di zona aman yang ditentukan di Rafah, Palestina. Bom tersebut menewaskan 40 warga Palestina, termasuk perempuan dan anak-anak.
Serangan ini telah memicu kecaman internasional yang berujung pada seruan gencatan senjata. Serangan terhadap kamp di Tal as-Sultan terjadi setelah pasukan Israel mengebom tempat penampungan pengungsi Palestina di daerah lain. Ini termasuk Jabalia, Nuseirat, dan Kota Gaza dan menewaskan sedikitnya 160 orang lainnya, menurut pejabat Palestina.
Jaksa militer utama Israel menggambarkan serangan di Rafah sangat serius dan mengatakan bahwa penyelidikan sedang dilakukan. Sebelumnya, militer Israel mengkonfirmasi serangan tersebut dan menyatakan bahwa serangan itu menargetkan pejuang Hamas.
Zona Aman yang Terguncang
Rafah merupakan zona aman yang seharusnya tidak ada serangan. Namun, Israel masih tetap melancarkan serangan. Pengungsi Palestina mengumpulkan makanan yang badan amal sumbangkan untuk berbuka puasa di Rafah, Jalur Gaza Selatan.
Rafah adalah kota di sepanjang perbatasan Jalur Gaza dan Mesir, selama sebagian besar abad ke-20 dan ke-21 telah terbelah dengan separuh bagian timur di wilayah Gaza dan separuh bagian barat di Mesir. Pada tahun 2023-2024, warga Gaza yang mengungsi akibat serangan Israel memadati kota tersebut, karena kota tersebut menjadi tempat perlindungan terakhir bagi warga sipil.
Pengungsi Palestina dan Krisis Kemanusiaan
Sebagian besar warga sipil meninggalkan kota ini pada Mei 2024 ketika pasukan Israel memperingatkan akan adanya invasi dan kemudian memasuki kota tersebut. Antara penarikan pasukan Israel dari Jalur Gaza pada tahun 2005 dan invasi Rafah pada tahun 2024, perbatasan yang melintasi selatan kota tersebut merupakan satu-satunya penyeberangan perbatasan di Jalur Gaza yang tidak Israel jamah.
- Populasi Jalur Gaza (2017): 208.449
- Populasi Rafah (perkiraan 2023): 45.359
Sejarah sebagai Kota Perbatasan
Melansir berbagai sumber, Rafah terletak di tepi barat daya dataran pantai di wilayah tersebut. Sehingga membuka jalan bagi gurun Semenanjung Sinai di barat daya kota dan Negev di tenggara kota. Sejarahnya terbentuk oleh statusnya sebagai kota perbatasan antara kekuatan Mesir dan Suriah.
Tahun 217 SM, kota ini jadi tempat kemenangan menentukan Ptolemeus IV Philopator dalam konflik keempat antara dinasti Ptolemeus dan Seleukia. Peta mosaik Bizantium dari abad ke-6 M menunjukkan kota ini berada di dekat “perbatasan Mesir dan Palestina” sebelum berada di bawah kekuasaan Muslim Arab beberapa dekade kemudian.
Pada akhir abad ke-10 kartografer Ibnu Hawqal menggambarkan Rafah ada di ujung selatan bekas distrik Abbasiyah (jund) Palestina.
BACA JUGA: 35 Orang Tewas dalam Serangan Israel Terbaru di Rafah Barat
Ketika Mesir memantapkan kemerdekaan Mesir dari kekuasaan Ottoman dan menetapkan perbatasan pada tahun 1906, wilayah tersebut melintasi Rafah.
Kota ini sempat bersatu pada akhir abad ke-20 setelah pasukan Israel menduduki Jalur Gaza dan Semenanjung Sinai dalam Perang Enam Hari (1967). Namun wilayah ini terpecah lagi pada tahun 1982 ketika mereka menarik diri dari Semenanjung Sinai sebagai pemenuhan perjanjian damai Mesir-Israel tahun 1979.
(Kaje/Budis)