BANTEN, TEROPONGMEDIA.ID — Langkah kaki mereka tegas, tak tampak letih meski menempuh perjalanan 83 kilometer dari Desa Kanekes, Lebak, untuk menghadiri upacara sakral Seba Baduy 2025 yang digelar di Kota Serang, jantung Provinsi Banten.
Sebanyak 1.769 warga Baduy tiba di Gedung Negara Provinsi Banten dengan membawa hasil bumi dan pesan leluhur.
Mereka berjalan kaki tanpa alas, mengikuti tradisi tahunan Seba Baduy yang telah berlangsung ratusan tahun.
Gubernur Banten Andra Soni menghormati kehadiran mereka dengan memberikan sambutan yang penuh kehangatan.
“Dengan penuh rasa hormat kami menyambut 1.769 masyarakat adat baduy dalam tradisi seba,” ujar Andra Soni dalam akun resmi Instagramnya, @andrasoni12, Minggu (4/5/2025).
Di halaman gedung pemerintahan, Gubernur Banten Andra Soni beserta istri menyambut mereka dengan sapaan hangat.
“Wilujeng Sumping saudara-saudara dari Kanekes. Terima kasih sudah tiba dengan selamat. Mari, silakan masuk dan beristirahat,” sambut Andra Soni pada Sabtu (3/5).
Laksa
Suasana sakral terasa ketika Jaro Warega, pemimpin rombongan Baduy Luar, menyerahkan laksa, makanan sakral berbahan beras ketan kepada Gubernur.
Laksa adalah makanan yang diolah dari padi pilihan. Secara adat, proses pembuatan dilakukan setelah berpuasa selama tiga bulan atau disebut dengan puasa kawalu.
Laksa merupakan simbol penghormatan demi mempererat tali silaturahmi antara masyarakat adat Baduy dengan Bapak Gede atau Gubernur Banten.
Prosesi itu disaksikan Wakil Gubernur Dimyati Natakusumah dan dua tetua Baduy, Jaro Oom dan Jaro Tangtu 12 Saidi.
“Mereka mengajarkan kita arti kesabaran,” kata Andra Soni dalam pidatonya.
“Tidak hanya menjaga alam, tapi juga mendengarkan tanpa memotong pembicaraan. Ini pelajaran hidup yang langka di zaman sekarang,” sambungnya.
Tradisi Seba bukan sekadar seremonial. Ini adalah dialog abadi antara masyarakat adat dan pemerintah. Hasil panen yang dibawa—seperti pisang, gula aren, dan beras—menjadi simbol keseimbangan manusia dengan alam.
Sementara aspirasi yang disampaikan adalah suara dari kampung terpencil yang tetap bertahan di tengah deru modernisasi.
Malam itu, di bawah langit Serang, ribuan lelaki Baduy berbaju putih duduk bersila. Mereka akan menginap di pendopo sebelum kembali ke Kanekes keesokan harinya.
Beberapa warga kota yang penasaran berdesakan di luar pagar, mencoba menangkap secuil kearifan yang mungkin sudah jarang mereka temui.
“Kami hanya ingin diingat,” bisik seorang tetua Baduy sebelum akhirnya larut dalam doa bersama.
BACA JUGA
Wisatawan Dilarang Gunakan Drone dan Medsos di Baduy
Kesenian Sampyong Majalengka: Transformasi dari Permainan Ujungan
Apa itu Seba Baduy?
“Seba” dalam bahasa Baduy berarti persembahan. Dalam upacara ini, masyarakat Baduy atau Urang Kanekes menghadap pemerintah untuk menyerahkan hasil panen mereka.
Tradisi ini telah berlangsung sejak zaman Kesultanan Banten, menjadi simbol kesetiaan Suku Baduy terhadap pemerintah.
Upacara Seba bisa dimaknai sebagai kunjungan resmi masyarakat Baduy usai panen. Sebelumnya, mereka melaksanakan Kawalu—ritual syukur kepada Tuhan atas hasil bumi.
Inti dari Seba adalah doa keselamatan dan ungkapan terima kasih. Mereka datang membawa pesan dari Pu’un (pemimpin adat), laporan perkembangan kampung, permohonan, serta aneka hasil pertanian sebagai tanda penghormatan.
(Aak)