CIREBON, TEROPONGMEDIA.ID — Di Kampung Huludayeuh, Desa Cikalahang, Kecamatan Beber, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, berdiri sebuah prasasti batu tua yang tidak banyak diketahui orang. Namanya Prasasti Huludayeuh, yang sekilas terlihat sederhana.
Namun batu bertulis ini menjadi bukti konkret bahwa kekuasaan Kerajaan Sunda pernah menjangkau hingga Cirebon bagian timur—dan dilakukan dengan sistem politik yang tertata. Prasasti ini pertama kali dikaji secara serius dalam laporan arkeologi nasional pada 1994. Letaknya ada di sebuah dataran tinggi di kawasan Huludayeuh, yang kini masuk wilayah administratif Cirebon. Ukiran pada prasasti ini ditulis menggunakan aksara dan bahasa Sunda Kuno.
Isinya adalah penetapan status istimewa terhadap suatu wilayah—dikenal dalam tradisi Sunda sebagai kabuyutan. Status ini menandakan bahwa daerah tersebut tidak sembarangan: ia suci, dilindungi, dan diawasi langsung oleh otoritas kerajaan.
Buat kamu yang bertanya-tanya kenapa daerah sekecil Huludayeuh bisa mendapat perhatian khusus dari Kerajaan Sunda, jawabannya terletak pada sistem kekuasaan zaman dulu. Raja Pajajaran tidak hanya memusatkan kekuasaan di istana.
Lewat prasasti seperti ini, kerajaan menyebar simbol-simbol kontrol ke daerah-daerah strategis. Huludayeuh, yang berada di jalur penghubung antara wilayah Galuh dan pesisir utara, jelas jadi titik penting secara geografis maupun spiritual.
Menurut kajian terbaru, prasasti ini punya dua fungsi utama, yakni simbol politik dan simbol religius. Secara politik, ia menandai bahwa daerah itu masuk pengawasan kerajaan. Secara religius, wilayah itu kemungkinan dijadikan tempat suci, seperti pusat pertapaan atau situs leluhur. Ini selaras dengan pola kebudayaan Sunda masa lampau, di mana kekuasaan raja erat kaitannya dengan sakralitas wilayah.
Hal yang menarik, sebagian peneliti membaca keberadaan prasasti ini menggunakan teori panopticon—konsep modern soal kekuasaan yang mengawasi dari kejauhan. Dalam konteks ini, Prasasti Huludayeuh seperti “kamera pengawas zaman kuno”: cukup dengan satu batu bertulis, raja sudah bisa mengontrol dan mengingatkan warga bahwa wilayah ini berada dalam perlindungan serta pengawasan kerajaan.
BACA JUGA
Diduga Prasasti Kuno, Batu Bertulis di Cimaung Diteliti Disbudpar Kota Bandung
Sayangnya, meski nilai sejarahnya sangat penting, lokasi prasasti ini kini kurang terurus. Tidak ada penanda situs, dan banyak warga sekitar yang bahkan tidak tahu batu tua di desa mereka pernah menjadi bukti kehadiran otoritas Pajajaran di Cirebon.
Fakta bahwa Kerajaan Sunda pernah menetapkan wilayah seperti Huludayeuh sebagai kabuyutan sekaligus menantang pemahaman kita selama ini—bahwa sejarah Sunda tidak cuma berputar di Bogor atau Bandung. Dari Cirebon inilah, dapat dilihat wajah kekuasaan Sunda yang jauh lebih terorganisir, simbolik, dan tersebar dibanding yang sering diceritakan di buku-buku pelajaran.
(Daniel Oktorio Saragih/Magang/Aak)