BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID — Pajak merupakan tulang punggung penerimaan negara Indonesia. Bagaimana tidak, lebih dari 80% penerimaan negara bersumber dari pajak. Pajak memiliki banyak fungsi, di antaranya fungsi budgeter dan regulerend.
Fungsi budgeter yaitu pajak merupakan sumber utama penerimaan negara yang digunakan untuk pengeluaran negara untuk pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pajak dimanfaatkan hampir untuk seluruh sektor kehidupan, pajak dialokasikan untuk pendidikan, kesehatan, perlindungan sosial, pertahanan, ketertiban dan keamanan, dan berbagai sektor lainnya.
Sedangkan fungsi regulerend yaitu pajak digunakan sebagai alat untuk mengatur kebijakan ekonomi dan sosial, contohnya Pemerintah mengeluarkan peraturan untuk wajib pajak orang pribadi pelaku UMKM yang penghasilan setahunnya di bawah Rp500 juta tidak bayar pajak atau berbagai insentif pajak yang diberikan kepada wajib pajak pada saat pandemi Covid-19 untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di masa pandemi.
Oleh karena itu, pajak memiliki peran yang sangat vital bagi kemajuan bangsa dan negara Indonesia yang kita cintai. Penerimaan pajak yang andal dan optimal merupakan salah satu kunci sukses guna terwujudnya Indonesia emas yang maju, berdaulat, dan sejahtera. Hal tersebut merupakan buah dari kepatuhan dan kesadaran masyarakat dalam menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya.

Sistem Perpajakan di Indonesia
Indonesia menerapkan sistem perpajakan Self Assesment System (SAS), di mana wajib pajak diberikan kepercayaan dan tanggung jawab dalam menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya seperti mendaftar, menghitung, membayar, dan melaporkan pajaknya. Otoritas pajak bertugas mengawasi wajib pajak dalam menjalankan hak dan kewajiban perpajakan yang dijalankan oleh para wajib pajak.
Dalam SAS, wajib pajak memiliki kendali penuh atas perhitungan dan pelaporan pajaknya tanpa harus menunggu ketetapan dari otoritas pajak. Dengan diberikannya kepercayaan dan tanggung jawab penuh kepada wajib pajak dalam menjalankan kewajiban perpajakannya, kesadaran dan kepatuhan pajak menjadi kunci utama dari penerimaan negara. Tingkat kepatuhan masyarakat terhadap perpajakanya akan berdampak langsung terhadap penerimaan negara.
Tingginya kesadaran dan kepatuhan pajak akan meningkatkan banyaknya masyarakat memenuhi kewajiban untuk mendaftarkan diri sebagai wajib pajak, menghitung dan membayar pajaknya sesuai peraturan yang berlaku, serta melaporkan pajaknya dengan lengkap, benar, dan jelas. Hal tersebut merupakan wujud tanggung jawab dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Gotong Royong Meningkatkan Kesadaran dan Kepatuhan Pajak
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sebagai otoritas pajak pusat di Indonesia tentu telah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan kesadaran dan kepatuhan masyarakat salah satunya dengan dibentuknya Fungsional Penyuluh Pajak ditempatkan di seluruh unit kerja DJP mulai dari Kantor Pusat DJP hingga Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di daerah.
Sesuai dengan namanya, salah satu tugas utama Penyuluh Pajak yaitu memberikan kegiatan penyuluhan di bidang perpajakan. Penyuluhan tersebut bertujuan meningkatkan pengetahuan dan pemahaman perpajakan wajib pajak agar semakin sadar dan patuh dalam menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya.
DJP pun bekerja sama dengan berbagai pihak untuk meningkatkan kesadaran dan kepatuhan perpajakan, salah satunya melalui Perguruan Tinggi dan organisasi nirlaba dalam bentuk kerja sama pengelolaan Tax Center. Tax Center merupakan pusat informasi, pendidikan, dan pelatihan perpajakan yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran tentang hak dan kewajiban perpajakan kepada masyarakat.
Tax Center pun menjadi wadah yang memfasilitasi program Relawan Pajak untuk Negeri (Renjani). Renjani merupakan individu yang secara sukarela memberikan kontribusi dan waktu mereka untuk memberikan bantuan kepada masyarakat dalam bentuk bimbingan, sosialisasi, dan edukasi perpajakan.
Renjani merupakan agen perubahan guna membentuk budaya sadar dan patuh pajak masyarakat. Renjani memberikan edukasi kepada masyarakat dengan cara membantu masyarakat langsung di kantor pajak serta menyebarluaskan informasi dan edukasi perpajakan melalui platform media sosial mereka.
Selain itu, DJP pun mengadakan program Pajak Bertutur, Tax Goes to School (TGTS), dan Tax Goes to Campus (TGTC). Program tersebut menyasar generasi muda khususnya pelajar dan mahasiswa untuk mengenal pajak sedari dini guna mencetak generasi muda yang sadar dan patuh pajak.
Generasi muda merupakan calon wajib pajak di masa depan. Menurut BPS, tahun 2030-an Indonesia akan mengalami bonus demografi, di mana 68,3% penduduk Indonesia merupakan penduduk usia produktif.
Penduduk usia produktif di tahun 2030-an itu merupakan pelajar dan mahasiswa yang saat ini masih mengemban pendidikan, tentu dengan mengenalkan kesadaran dan kepatuhan pajak sedari dini diharapkan para generasi muda tersebut menjadi generasi emas, generasi yang sadar dan patuh pajak sehingga penerimaan pajak yang andal dan optimal dapat terwujud.
Indonesia Emas 2045 yang maju, adil, dan sejahtera bukan hanya angan-angan semata, dapat diwujudkan dengan penerimaan pajak yang andal dan optimal melalui masyarakat terutama generasi emas yang sadar dan patuh dalam menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya.
Oleh: Rudy Rudiawan, Penyuluh Pajak Kanwil DJP Jawa Barat I